Berdiskusi tentang suatu bacaan, baik berupa artikel, jurnal ilmiah, ataupun buku dapat menambah pemahaman terhadap kontennya. Terkadang diskusi terjadi secara spontan di warung kopi. Namun, jika diskusinya diformalkan dalam rangka pelajaran di kelas, proses ini dapat menjadi lebih terstruktur. Pemahaman tentang konten bacaan juga menjadi lebih komprehensif.
Pada saat Pre-Departure
Training (PDT) untuk Australia Awards scholars, kelas English for
Academic Purpose (EAP) mengenalkan konsep Academic Reading Circles (ARC).
Sesuai namanya, pada ARC dibuat kelompok kecil yang akan mendiskusikan
sebuah bacaan bersama-sama. Tujuannya adalah untuk memperkaya perspektif dan
meningkatkan diskusi.
Kelas saya
yang terdiri dari sebelas orang dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing
terdiri dari lima dan enam orang. Namun, hal yang menarik adalah kami tidak
hanya sekedar membaca dan membahas tulisannya. Ada beberapa peran yang perlu
dijalani masing-masing anggota kelompok, yakni:
1.
Discussion Leader
Ketua diskusi ini bertugas untuk memilih artikel untuk di bahas. Selama
PDT, panjang artikel yang disarankan sekitar 1.000 kata. Artikel perlu bersifat
debatable (dapat didebat), bukan hanya menyajikan fakta. Sang ketua juga
berperan untuk memantik diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan terkait bacaan.
Selain itu, ketua perlu menjaga agar alur diskusi sesuai dengan tema yang
sedang dibahas. .
2.
Contextualixer
Peran ini bertanggung jawab untuk menjelaskan tokoh, tempat, atau
peristiwa yang disinggung dalam bacaan tetapi tidak diberi keterangan lebih
lanjut. Tujuannya agar peserta lebih memahami konteks bacaan. Misalnya pada
salah satu bacaan yang berisi pendapat tentang apakah sebaiknya sumber energi
nuklir diimplementasikan di Indonesia, ada bagian yang menginggung tragedi
Chernobyl 1986. Belum tentu semoa orang familiar dengan bencana nuklir terbesar
bagi umat manusia ini. Tugas contextualizer adalah menjelaskan secara
singkat tentang apa bencana itu, kapan dan dimana terjadinya, siapa yang
terlibat, kenapa bisa terjadi, dan bagaimana penanganannya.
3.
Highlighter
Seperti Stabilo (pena sorot) yang biasa digunakan untuk menyoroti
bagian-bagian penting dalam suatu bacaan, peran ini bertugas untuk menemukan
kata-kata atau istilah asing dala tulisan. Peran ini akan menjelaskan definisi
dari kata atau tulisan tersebut kepada teman kelompok yang lain. Perbedaan highlighter
dengan contextualizer adalah highlighter fokus pada kata
dalam bahasa Inggris. Tak hanya kata yang mungkin masih asing bagi sebagian
orang, tetapi kata-kata baru juga. Misalnya ada kata sociodemic yang merujuk
kepada istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pandemi media sosial yang
terjadi di seluruh dunia dalam satu dekade terakhir. Selain itu, penjelasan
tentang istilah perlu dilengkapi dengan pronounciation (cara
pengucapan), part of speech (apakah verb, noun, adjective, atau
yang lainnya), serta contoh penggunannnya dalam kalimat lain.
4.
Connector
Sesuatu yang dekat dengan kita akan lebih mudah diingat dan dipahami.
Peran penghubung ini adalah untuk mencari hubungan konten bacaan dengan kondisi
kelompok. Hubungan ini dapat dicari dalam konteks Indonesia, jika anggota
kelompoknya merupakan orang Indonesia semua, aktivitas sebagai mahasiswa, atau
bidang studi yang sedang dijalani. Misalnya ada tulisan yang membahas mengenai
survei kecanduan media sosial. Penelitian ini dilakukan di Australia dengan
jumlah responden sebanyak 2.000 orang. Penghubung bertugas untuk mencari
bagaimana survei ini dalam konteks Indonesia. Jika belum ada riset yang
mengkaji mengenai hal ini, bisa juga ditambahkan pendapat pribadi. Contohnya
pada bagian tulisan ada bahasan tentang penurunan kesehatan mental akibat waktu
menatap layar yang berlebihan (excessive screen time) bagi anak. Kita
bisa coba hubungkan bagaimana hal ini terjadi bagi mahasiswa.
5.
Visualizer
Seringkali memahami sebuah gambar lebih mudah dibandingkan hanya melihat
teks. Peran visualizer bertanggung jawab untuk membuat slideshow yang
berisikan foto, peta, grafik, ilustrasi, atau gambar lainnya yang dapat
menambah pemahaman terhadap tulisan. Terutama bagian yang perlu dibuat
visualnya adalah konten tulisan yang sebelumnya sulit dipahami tanpa bantuan
visual.
6.
Devli’s Advocate
Tak seperti namanya yang seram, peran ini hanya bertugas untuk mencari
kontradiksi terhadap suatu bacaan. Peran pengacara setan ini membutuhkan pemahaman
yang lebih mendalam atas suatu teks dan menyiapkan counterargument (argumen
penentang). Pendapat yang berkebalikan ini dapat memicu diskusi yang menarik
antar anggota kelompok. Misalnya ada satu tulisan yang membahas tentang bahaya
penggunaan gadget bagi anak dan merekomendasikan orang tua untuk tidak
memberikan anaknya gawai hingga beranjak remaja. Devil’s Advocate dapat
memantik perdebatan dengan mengutarkan pendapat bahwa gawai dapat
membantu proses pembelajaran anak karena di internet
banyak sumber belajar yang mudah diakses, gratis, edukatif, dan menarik.
Banyak contoh kasus anak balita yang sudah mahir berbahasa asing hanya dari
menonton video di kanal YouTube.
Selama
simulasi ARC pada PDT, proses ARC biasanya memakan waktu seminggu. Hari Senin
para Discussion Leader memilih bacaan untuk dibahas dan mengirimkannya
ke wali kelas untuk mendapatkan approval. Jika sudah disetujui, artikel
tersebut dibagikan kepada anggota kelompok. Para Highlighter perlu
mengirimkan draft kata dan istilah piihan beserta penjelasannya kepada wali
kelas hari Rabu. Biasanya proses diskusi kelompok ARC ada pada hari Jumat.
Durasinya sekitar satu hingga dua jam.
Proses ini
berlangsung setiap pekan hingga akhir PDT. Namun, setiap minggu perannya
bergantian. Jika pekan ini saya menjadi Connector, pekan depan bisa
menjadi Highlighter. Di waktu yang lain bisa juga ditunjuk menjadi Contextualizer.
Jadi setiap orang berkesempatan mencoba semua peran.
Aisha
(Aisha Anjani Suhud) juga bercerita bahwa berdasarkan pengalamannya di kampus
Australia, dosen di kelas juga pernah membuat diskusi seperti ini. Bedanya
bahan teks untuk diskusikan biasanya lebih panjang. Seringkali diambil dari
publikasi ilmiah yang sesuai dengan mata kuliah. Dan untungnya sesi PDT
membiasakan kami dengan metode ini.
Membahas
bacaan dengan peran-peran ini dapat membuat diskusi ARC jadi menarik dan hidup.
Butuh persiapan khusus sesuai masing-masing peran yang nantinya ketika diskusi
akan saling bertukar pikiran. Ibarat potluck (botram) yang maisng-masing
orang sudah menyiapkan menu makanan yang berbeda-beda sebelumnya, ketika
disantap bersama terasa lebih nikmat.
Komentar
Posting Komentar