Ada beragam cara dalam berkomunikasi melalui teks. Dari cara menulis kata-kata, singkatan, hingga emoji, semua menjadi bagian dari dinamika komunikasi. Salah satunya adalah bagaimana kita mengekspresikan rasa terima kasih melalui teks. Kata terima kasih yang formal seringkali disingkat menjadi makasih untuk memudahkan pengetikan. Namun, ada juga yang memiliki cara unik dalam mengekspresikan rasa apresiasinya, termasuk saya.
Saya
memiliki kebiasaan menulis terima kasih dengan singkatan ma kasih dengan
sengaja memberikan spasi di antara ma dan kasih. Kebiasaan ini
saya dapatkan dari teman kuliah, Dhika (M. Andhika Putra). Awalnya,
saya menganggap cara penulisan tersebut sebagai ciri khas dalam berkomunikasi.
Tak pernah ada komentar atau koreksi dari siapa pun mengenai hal ini, sampai suatu
hari.
Amel
(Amelia Litania), Husna
(Husna Yuni Wulansari), dan Jaw (Jawara Andra Patra), beberapa teman di PDT (Pre-Departure Training)
Australia Awards, memberikan tanggapan mengenai cara saya menulis ma kasih. Mereka berpendapat
bahwa cara saya menulis kata tersebut terasa tidak natural. Ketika seseorang
membacanya, akan ada jeda yang tidak perlu di antara ma dan kasih.
Menurut mereka, lebih baik menggabungkannya menjadi makasih. Karena saat
diucapkan pun, kata tersebut diucapkan secara bersambung, tanpa jeda. Bahkan,
Amel menambahkan bahwa selama 26 tahun hidupnya, belum pernah dia melihat orang
menuliskan kata tersebut seperti yang saya lakukan.
Tanggapan mereka tentunya membuat saya berpikir. Apakah
saya harus mengubah kebiasaan untuk menyesuaikan dengan cara penulisan yang
lebih konvensional? Atau, haruskah saya tetap mempertahankan cara unik sebagai
bentuk personal branding?
Walaupun sebenarnya masih belum jelas bentuk pemasaran diri seperti apa yang
mau didapatkan dari bentuk tulisan seperti ini.
Memang, dalam berkomunikasi, kita seringkali dihadapkan
pada pilihan untuk mengikuti norma atau menjadi unik. Namun, apa yang paling
penting adalah bagaimana pesan yang ingin kita sampaikan dapat diterima dengan
baik oleh penerima. Jika cara kita berkomunikasi tidak mengganggu atau
membingungkan, mengapa tidak mempertahankannya? Di sisi lain, jika kita merasa
bahwa cara unik berkomunikasi justru menghambat kelancaran komunikasi, mungkin
saatnya untuk sedikit menyesuaikan diri.
Mungkin saya akan mulai lebih variatif dalam menulis terima kasih, tergantung pada konteks dan dengan siapa berkomunikasi. Namun, satu hal yang pasti: cara unik berkomunikasi adalah bagian dari identitas kita, dan tak ada salahnya mempertahankannya selama tidak mengganggu proses komunikasi itu sendiri. Bukankah keunikan individu membuat dunia ini menjadi lebih berwarna?
Komentar
Posting Komentar