Ketika kita berbicara tentang adaptasi, selalu ada perbandingan antara versi asli dengan versi hasil interpretasi. Sebuah karya, baik itu novel biasa atau light novel, ketika diangkat menjadi film atau serial TV, tidak akan selalu memiliki kesesuaian sempurna dengan sumber aslinya. Meskipun adaptasi memiliki pesonanya sendiri, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali membaca memberikan pengalaman yang lebih mendalam dan memuaskan.
Sebuah novel memberikan ruang
bagi pengarang untuk mendeskripsikan setiap detail dengan seksama, mulai dari
latar tempat, karakter, emosi, hingga berbagai detil kecil yang memperkaya
cerita. Di sisi lain, medium visual seperti film memiliki keterbatasan durasi
yang membuat beberapa bagian harus dipotong atau dimodifikasi demi efisiensi. Akibatnya
ada penggemar yang kecewa karena tidak sesuai ekspektasi.
Ada light novel yang
diadaptasi menjadi komik dan anime. Light novel
merupakan novel dengan jumlah kata yang lebih sedikit dari novel biasa. Biasanya
novel asal Jepang ini dilengkapi dengan beberapa halaman ilustrasi ala manga
Ambil contoh light novel populer
seperti Overlord karya Maruyama Kugane. Satu volume novel yang berisi
sekitar 350 halaman hanya diadaptasi menjadi tiga episode anime dengan durasi
24 menit per episode. Banyak informasi dan nuansa yang hilang di tengah jalan.
Membaca novel terkadang sulit bagi sebagian
orang. Ada yang mengatakan bosan karena hanya terdapat tulisan semua. Bahkan
ada yang yang berkata kesulitan membayangkan tokoh dan aktivitas yang
diceritakan di buku. Ternyata ada orang yang mengalami kelainan psikologis yang
membuatnya tidak dapat berimajinasi secara visual. Untungnya light novel
dilengkapi dengan ilustrasi tokoh dan adegan dalam cerita yang membantu pembaca
berkhayal saat membaca.
Walaupun demikian, membaca novel memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan hanya menonton film. Narasinya lebih
deskriptif. Pengarang biasanya mendeskripsikan lingkungan di sekitarnya, emosi
yang dirasakan, dan detil kecil lainnya. Pembaca mendapatkan informasi yang
lebih lengkap. Mereka juga dapat membayangkan dengan bebas sesuai dengan
imajinasi masing-masing. Ini adalah pengalaman personal yang tidak dapat
ditawarkan oleh media visual yang sudah memberikan interpretasi visual dan
audio kepada penontonnya.
Selain itu, dalam sebuah buku
kita seringkali diajak masuk lebih dalam ke dalam pikiran dan perasaan karakteR. Pembaca jadi bisa
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang motivasi dan konflik internal
mereka. Ini adalah sesuatu yang mungkin sulit ditransfer ke layar tanpa adanya
narasi internal yang panjang.
Jadi, mana yang lebih baik untuk menikmati sebuah
cerita: membaca atau menonton? Bagi mereka yang ingin mendapatkan pengalaman cerita yang
paling lengkap, mendalam, dan personal, seringkali membaca adalah jalan yang
paling memuaskan. Dengan membaca, kita tidak hanya mengonsumsi cerita, tetapi
juga berinteraksi dengannya, memberikan interpretasi kita sendiri, dan
menjadikannya bagian dari dunia imajinasi kita.
Komentar
Posting Komentar