Menyimpan dokumen penting dengan melaminatingnya tampaknya
menjadi praktik yang lumrah dan dianggap cara efektif untuk melindungi dokumen
dari kerusakan. Mulai dari akte kelahiran, kartu keluarga, hingga ijazah, tempat-tempat
fotokopi biasanya menerima dan melayani permintaan ini. Namun, apakah pernah
terpikir bahwa praktik ini justru bisa membawa dampak negatif?
Di luar negeri, laminating
dokumen penting seperti ijazah bukanlah praktik yang diterima. Saya pernah membaca sebuah thread
di Twitter tentang kisah seorang mahasiswa Indonesia yang menempuh
pendidikan S2 di Jerman. Saat diminta untuk menunjukkan ijazah dan transkrip
S1-nya dari Indonesia yang telah dilaminating, pihak kampus menolak karena
dokumen yang sudah dilapisi plastik tersebut tidak dapat dicek keabsahannya. Setelah membaca thread
tersebut, saya sempat teringat dokumen ijazah dan transkrip S1 juga S2 saya
yang dilaminating. Namun saya mengira mungkin hanya berlaku di Jerman saja,
tidak negara lain.
Fakta ini baru saya alami ketika mau melegalisasi ijazah. Untuk
mendaftar beasiswa, ada salah satu pemberi beasiswa yang mensyarat untuk melampirkan
legalisasi dokumen ijazah dan transkrip.
Sebagai lulusan angkatan pandemi, ijazah dan
transkrip dikirim menggunakan DHL dari kampus di Hong Kong ke Bandung. Legalisasi
transkrip bisa dilakukan secara daring. Saya mengisi form online, membayar via
transfer atau kartu kredit, kemudian setelah selesai diproses hasil
legalisasinya dapat dikirim ke alamat. Namun untuk legalisasi ijazah harus in
person (datang langsung ke kampus).
Saya sudah mengirimkan surel ke Graduate School
yang menjelaskan bahwa sedang tidak tinggal di Hong Kong dan menanyakan
apakah memungkinkan untuk diproses secara daring. Ternyata tetap tidak bisa. Maka
saya memutuskan untuk berangkat ke Hong Kong, salah satunya untuk legalisasi
ijazah.
Saat tiba di kampus, permohonan
saya untuk melegalisasi ijazah ditolak. Alasannya adalah mereka tidak dapat memverifikasi
keasliannya karena kertasnya sudah dilaminating. Padahal, ketika
mengirim ijazah ada satu kertas lampiran yang menuliskan larangan untuk
melaminating, melipat dan menjaga
ijazah dengan baik. Membuka hasil laminating akan merusak konten di dalamnya.
Pengalaman ini menjadi pelajaran
berharga bagi saya, dan juga untuk semua orang, untuk tidak melaminating dokumen-dokumen
penting. Untuk melindungi kertas, alternatif yang bisa digunakan adalah sampul
atau cover mika tebal pelindung dokumen. Dengan ini, kertas yang dimasukkan ke
dalam plastik tersebut dapat dikeluarkan dan dimasukkan kembali, sehingga tetap
bisa diverifikasi keasliannya.
Jadi, berpikirlah dua kali
sebelum melaminating dokumen penting. Bisa jadi, tindakan yang tampaknya
melindungi ini justru mempersulit di kemudian hari.
Komentar
Posting Komentar