Tinggal di ibu kota memiliki beberapa kelebihan. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa proporsi ekspatriat terkonsentrasi di kota Taipei, budaya internasional juga kental terasa di kota ini. Kita dapat dengan mudah menjumpai warga negara lain di tempat umum dan transportasi publik. Banyak restoran yang menjual makanan dari berbagai belahan dunia. Sering diadakan event internasional dan festival kebudayaan dari berbagai suku bangsa. Pernikahan antara orang Taiwan dengan warga asing juga banyak terjalin. Ibu kota menjadi cultural melting pot. Suasana internasional seperti di Taipei ini memudahkan untuk mengenal orang-orang dari latar belakang yang berbeda-beda.
Pembangunan di ibu kota biasanya lebih maju dan lebih dahulu dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Infrastruktur publik seperti MRT juga dibangun lebih dahulu di
pusat pemerintahan ini. Sebagai perbandingan, Taipei sudah punya lima jalur
kereta bawah tanah dengan 131 stasiun. Dua kota lainnya yang juga sudah membangun MRT, yakni Taichung dan Kaohsiung, baru
memiliki dua jalur saja. Kebijakan seperti
pemilihan sampah untuk didaur ulang dan proses pembuangannya yang terjadwal diinisiasi oleh pemerintah Kota Taipei terlebih dahulu.
Selain pembangunan dan kebijakan dalam
negeri, ibu kota juga biasanya merasakan masuknya investor asing lebih dulu. Perusahaan luar
negeri yang membuka cabang di Taiwan akan cenderung memilih Taipei untuk pusat
operasionalnya. Konser musik, pameran seni, atau pertunjukan dari artis
internasional biasanya akan mengadakan acaranya di kota terbesar di Taiwan ini.
Untuk pilihan
tempat melanjutkan pendidikan dan peluang pekerjaan, Taipei juga merupakan kota
yang menjadi pilihan banyak orang. Sebanyak tiga dari lima kampus terbaik di
Taiwan, berlokasi di kota yang ada di bagian utara ini. Peluang karir dan
kesempatan untuk membuka usaha juga terbuka luas. Makanya mayoritas penduduk
Taipei merupakan pendatang yang datang untuk mengejar impiannya.
Dengan beragam
kelebihan tinggal di Taipei, tak hanya untuk warga lokal, pilihan untuk tinggal
di ibu kota ini juga lebih disukai bagi warga asing. Makanya saya heran ketika
ada teman yang tidak mau tinggal di Taipei dan memilih kota lain di bagian
selatan.
Pemerintah Taiwan
secara dermawan memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi, terutama untuk
negara-negara yang menjadi rekanan Taiwan (negara lain yang mengakui teritori
Taiwan sebagai negara berdaulat). Manfaat pendanaan pendidikan ini jauh berbeda
dengan manfaat yang diberikan kepada negara lainnya, seperti Indonesia
misalnya. Jika warga negara lain mendapatkan tunjangan per bulan sebesar NTD
25.000 (Rp12,5 juta) per bulan selama masa studi, warga negara rekanan
mendapatkan biaya hidup NTD 40.000 (Rp20 juta) per bulan. Uang saku untuk warga
negara rekanan setiap tahun terus bertambah. Tidak hanya biaya bulanan yang
lebih tinggi dan tiket pulang pergi dari negara asal yang ditanggung, banyak
juga fasilitas lainnya.
Beasiswa yang
diberikan oleh Ministry of Foreign Affairs untuk melanjutkan pendidikan
S-1, S-2, dan S-3 bagi warga negara rekanan memberikan fasilitas kursus bahasa
Mandarin selama satu tahun sebelum memulai kuliah. Di MTC NTNU saya banyak
bertemu dengan teman-teman yang sedang persiapan bahasa ini. Walaupun nanti
bahasa pengantar kuliah menggunakan bahasa Inggris, menguasai bahasa Mandarin
akan memudahkan kehidupan sehari-hari.
Ternyata tidak
semua mahasiswa asing memilih Taipei sebagai kota untuk melanjutkan studinya.
Misalnya ada Lheni, yang ingin kuliah S-1 jurusan kuliner di Kaohsiung.
Kaohsiung merupakan salah satu kota di bagian selatan Taiwan. Selain karena
faktor kampus yang bagus di sana, Lheni merasa kurang cocok tinggal di Taipei.
Berasal dari
negara Saint Kitts dan Navis yang populasinya hanya sekitar 50 ribu penduduk,
tinggal di Taipei yang dihuni lebih dari 2,6 juta orang membuatnya kurang
nyaman. Di negara asalnya, Lheni tidak pernah bersenggolan dengan orang di
jalan. Sedangkan di Taipei, kadang kala ketika berjalan di trotoar atau menaiki
transportasi umum, bahunya bersentuhan dengan orang lain. “Lack of personal
space,” katanya. Ia juga merasa atmoster di Kaohsiung lebih santai
dibandingkan Taipei yang terasa serba cepat.
Anggapan yang umum
adalah orang Taiwan yang berasal dari bagian selatan lebih ramah dibandingkan
yang tinggal di bagian utara. Iklim di selatan lebih hangat, karena lebih dekat
dengan garis khatulistiwa. Ketika musim dingin suhu di bagian selatan juga
masih hangat. Iklim yang hangat dikorelasikan dengan kepribadian yang hangat
juga. Makanya terdapat stereotipe orang Kaohsiung lebih ramah dibandingan
dengan orang Taipei. Faktor ini juga yang menjali alasan Lheni untuk kuliah di bagian
selatan.
Kalau
dipikir-pikir di Indonesia pun begitu. Walaupun Jakarta punya segalanya, banyak
juga orang yang tidak memilih ibu kota sebagai tujuan untuk belajar. Ada yang
lebih suka kuliah di Bandung dengan alasan lebih adem dan banyak makanan enak.
Ada juga yang memilih Yogyakarta dengan alasan harga murah dan bisa ikut
beragam komunitas. Ada juga yang ingin kuliah di Bali demi bisa jalan-jalan
tiap hari.
Banyak faktor yang
dipertimbangkan dalam memilih tempat kuliah. Tidak hanya kualitas kampus yang
baik, tetapi juga lingkungan sekitar menjadi faktor penting yang menentukan mau
kuliah di mana. Walaupun ibu kota menyediakan berbagai fasilitas dan peluang,
sebagian orang lebih memilih ke luar karena alasannya masing-masing.
Komentar
Posting Komentar