Sambutan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari acara-acara di Indonesia. Seorang pejabat pasti pernah atau bahkan sering memberikan sambutan dalam karirnya. Selain pejabat, banyak juga posisi yang mengharuskan seseorang menyampaikan kata-kata pembukanya, misalnya ketua panitia acara, perwakilan wisudawan, dan orang yang berulang tahun. Oleh karena itu kemampuan public speaking untuk menyampaikan sambutan merupakan hal yang penting untuk dimiliki.
Sayangnya
banyak orang yang kemampuan bicara di depan publik masih jauh dari kata baik.
Seringkali kita mendengarkan sambutan yang hanya membacakan teks dengan nada
datar. Mata si pemberi sambutan hanya terpaku pada tulisan tanpa memandang
audiensnya. Sangat mungkin audiens akan bosan dan kehilangan perhatian.
Memberikan
sambutan dengan teks tidak salah. Apalagi acara formal seperti kegiatan
kenegaraan, pejabat diharuskan membaca teks yang sudah disusun terlebih dahulu.
Alasannya salah satunya supaya terhindar dari kesalahan berbicara suatu hal
yang seharusnya tidak dibicarakan. Manfaat lainnya dengan menyiapkan teks
adalah poin-poin yang disampaikan lebih jelas. Hal yang kurang tepat adalah kalau
sepenuhnya membaca teks tanpa memperhatikan pendengarnya.
Saya terkesan dengan Bu Reini Wirahadi Kusuma, rektor ITB (Institut Teknologi Bandung) periode 2020-2025. Mendengarkan sambutan yang disampaikan beliau, saya merasa ini salah satu contoh sambutan dengan membaca teks tapi tidak seperti membaca tulisan. Dalam menyampaikan kata-kata pengantar dalam sebuah acara misalnya, beliau seperti berbicara dengan spontan. Malahan ada bagian sambutan yang terkesan seperti mengobrol dengan peserta acara.
Saya tahu Bu
Reini membaca teks karena pernah membuatkan narasi sambutan untuk beliau.
Ketika jurusan Teknik Industri (TI) ITB mengadakan peringatan ulang tahun yang
ke-50, rangkaian acara dibuka dengan sambutan dari rektor yang sedang menjabat.
Saya diberi tanggung jawab untuk menyusun teks yang akan disampaikan oleh
rektor. Ketika pembukaan, beliau terdengar menyampaikan sambutan dengan luwes
dan mengalir melalui video Zoom. Seolah-olah beliau melakukan impromptu. Pahadal
saya tahu kata-kata yang disampainya dibacakan dari teks yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Pendengar jadi tidak bosan dan sambutan tersebut menarik di simak
sampai akhir.
Pada acara
lain yang saya berkesempatan mendengarkan sambutan dari Bu Reini secara
langsung, beliau juga menyampaikan sambutan secara menarik. Ketika pembukaan
acara PRISMA (Pameran Riset, Inovasi, dan Pengabdian Masyarakat), beliau
berdiri di podium yang ada di atas panggung. Beliau memegang kertas. Namun
ketika mulai berbicara sama sekali tidak seperti hanya membaca teks.
Bu Reini Sedang Memberikan Sambutan di Acara PRISMA
Ada beberapa
hal yang saya pelajari dari cara penyampaian sambutan Bu Reini. Pertama, beliau
tidak melulu terpaku kepada teks. Beliau juga menjalin kontak mata dengan tamu
yang hadir. Kalau acara online, beliau melihat lensa kamera dalam memberikan
sambutannya. Kedua, beliau sering interaksi dengan peserta yang hadir. Misalnya
ketika berterima kasih kepada ketua panitia acara, Bu Reini memanggil nama yang
dimaksud dan memintanya untuk berdiri. Ketiga, beliau menyisipkan “bumbu verbal”
seperti kata ya, nah, dan gitu. Tambahan ini cukup, tidak kebanyakan.
Sambutan beliau menjadi terdengar seperti berbicara biasa, bukan membaca teks.
Keempat, jeda kalimat jelas dan disampaikan dengan natural. Hal yang bisa saya
rasakan kalau ada orang yang sambutannya membaca teks adalah jeda membacanya terputus-putus,
tidak seperti berbicara biasa.
Kemampuan
untuk memberikan sambutan di depan khalayak dengan baik penting untuk dikuasai,
terutama untuk orang yang menduduki posisi penting. Agar terhindar dari penyampaian
sambutan yang monoton dan membuat bosan, ada beberapa cara yang bisa diaplikasikan,
antara lain: jaga kontak mata dengan audiens, tambahkan interaksi langsung,
bicara seperti mengobrol, serta bicara kalimat dengan jeda yang senatural
mungkin
Komentar
Posting Komentar