Apa yang terjadi jika seorang anak berusia 10 tahun menjadi guru di sebuah sekolah menengah pertama? Manga Mahou Sensei Negima menceritakan tentang guru cilik yang menjadi guru di sebuah sekolah swasta. Banyak hal lucu yang bisa membuat tersenyum dari membaca komik ini. Selain humor, terdapat beberapa pelajaran yang dapat dipetik manfaatnya dari manga karangan Ken Akamatsu ini.
Guru Termuda di Sekolah |
Guru Cilik Baru di Sekolah
Negi
Springfield merupakan seorang anak jenius yang memenuhi kualifikasi untuk
menjadi guru di Mahora Academy, sebuah kompleks pendidikan elit terintegrasi
dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi di Kota Tokyo. Ia terbang dari
Inggris ke Jepang untuk memulai karirnya. Ketika ditugaskan untuk menjadi guru
dan wali kelas 3A di Mahora Junior High School, di awal murid-murid meragukan
kemampuannya untuk mengajar karena melihat fisiknya yang masih kecil. Namun
perlahan pak guru Negi membuktikan bahwa ia memang layak memimpin kegiatan
belajar mengajar di kelas yang seluruhnya terdiri dari siswa perempuan ini.
Perkenalan Guru Baru di Kelas |
Siswi kelas
3A mendapatkan ilmu bahasa Inggris dari
Negi. Guru muda ini pun mempelajari banyak hal yang berkaitan dengan softskill
dari para muridnya. Bocah yang baru mulai tumbuh dewasa ini belajar tentang
cara komunikasi, empati, dan kesabaran dari interaksinya di kelas dengan muridnya
sehari-hari. Sebagai orang asing yang baru datang ke Jepang, negi juga banyak
berguru mengenai budaya dan norma negara matahari terbit ini dari para
siswinya.
Sebagai pendidik
di sekolah, guru tidak hanya mengajarkan mata pelajaran keada murid, tapi bisa
juga belajar dari murid di kelasnya. Baik guru maupun murid masing-masing punya
ilmu yang bisa saling dibagikan. Sekolah dapat menjadi sarana untuk bersama-sama
meningkatkan kapasitas diri.
Mahasiswa Sebagai Sumber Memperbarui Ilmu
Pengalaman
mengajar di kampus pun memberikan banyak kesempatan untuk menemukan beragam
pelajaran baru. Saat mengampu sebuah mata kuliah, respon dari mahasiswa dapat
menjadi masukan berharga untuk melakukan evaluasi dan membuat penyampaian
kuliah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Misalkan pada
mata kuliah Sistem Pengelolaan Pelanggan yang merupakan mata kuliah pilihan untuk
jurusan Teknik Industri, saya pernah masuk kelas dan sharing mengenai
aplikasi big data analytics untuk mengelola data pelanggan. Materi yang
saya ajarkan meliputi konsep umum big data, algoritma-algoritma machine
learning, pemanfaatan di industri, hingga contoh coding dengan
menggunakan bahasa pemrograman Python.
Setelah
kelas saya memberikan tugas berupa studi kasus yang diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai bagaimana perusahaan dapat mengelola
data pelanggannya agar meningkatkan keunggulan bersaing. Berdasarkan hasil
pengumpulan tugas, saya menemukan bahwa mayoritas mahasiswa yang mengambil
kelas ini sudah paham mengenai aplikasi machine learning untuk meningkatkan
customer acquisition, engagement, dan retention berdasarkan data
yang telah dikumpulkan. Namun, sebagian masih belum paham bagaimana memilih tipe
algoritma yang ideal untuk membuat suatu model machine learning dari
dataset yang tersedia.
Temuan tersebut
dapat menjadi bahan evaluasi untuk teknik pengajaran saya. Sebelumnya saya tidak
begitu detil membahas satu per satu mengenai metode model prediksi dan lebih banyak
menghabiskan waktu untuk menceritakan aplikasi-aplikasinya. Pada kesempatan berikutnya,
di kelas saya perlu lebih meluangkan waktu untuk mengulik lebih dalam
algoritma-algoritma fundamental dalam konsep machine learning. Kalau
sebelumnya hanya satu contoh yang ditampilkan untuk setiap algoritma, saya terpikir
untuk menambahkan contoh lain yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari
mahasiswa. Kalau perlu coding dari metode juga ditampilkan penggunannya.
Selain
belajar untuk lebih mengefektifkan teknik pembelajaran, saya juga banyak
belajar mengenai tren terkini dari mahasiswa yang usianya lebih muda. Saya awalnya
melihat mahasiswa dengan menggunakan kaca mata ketika masih berada di
posisi mereka. Namun ternyata dari obrolan dan curahan hati dengan mahasiswa, cukup
banyak hal yang sudah berubah dengan pengalaman ketika saya masih belum
menyandang gelar sarjana.
Diantaranya
saya baru tahu bahwa mahasiswa sekarang memiliki circle masing-masing.
Interaksi antara teman satu lingkaran sangat dekat, namun mereka merasa
berjarak dengan teman sejurusan yang tidak masuk gengnya. Mahasiswa lebih sering
mengerjakan tugas di café dibandingkan rumah teman atau perpustakaan. Saya lebih
disadarkan kembali bahwa mahasiswa generasi ini berbeda dengan sepuluh tahun lalu
ketika pertama kali mengenakan jas almamater. Jadi pendekatan untuk pengajaran pun perlu
disesuaikan.
Belajar dan mendapatkan ilmu baru bisa dilakukan di mana saja. Ruang kelas sebagai tempat untuk belajar idealnya menjadi sarana untuk menambah pengetahuan baru bagi setiap elemen yang terlibat. Murid mendapatkan pelajaran dari guru, dan guru pun mengambil wawasan yang baru dari interaksinya dengan siswa. Belajar dua arah ini bisa memperkaya pengalaman saat menuntut pendidikan.
Komentar
Posting Komentar