Saat punya masalah, seringkali seseorang hanya butuh orang lain untuk mendengarkan. Setelah menyampaikan keluh kesahnya, persoalan belum tentu hilang. Tetapi setidaknya beban mental terasa berkurang. Bercerita kepada orang yang dipercaya dapat membuat pikiran bisa lebih tenang dan hati menjadi plong.
Hilangnya Sang Pemain Musik Kunci Sebelum Festival Sekolah
Manga Mairimashita!
Iruma-kun chapter 162 menceritakan tentang seorang anak pendiam yang
akhirnya mau bercerita apa yang selama ini dipendam kepada temannya. Manga dengan judul bahasa Inggris Welcome to Demon School! Iruma-kun ini menceritakan tentang Iruma, seorang remaja manusia, yang masuk sebagai murid di sekolah iblis. Iruma dan teman sekelasnya sedang menyiapkan penampilan musik untuk
pertunjukan akhir tahun di sekolahnya. Iruma dan temannya yang bernama Purson Soi
berperan sebagai pengiring musik. Teman sekelas lainnya mengambil peran penari
dalam pagelaran musikal ini.
Soi
merupakan anak yang pendiam dan jarang berinteraksi dengan orang lain. Bahkan
seringkali teman sekelasnya tidak menyadari keberadaan dia. Tiba-tiba H-1
menjelang festival anak bungsu dari keluarga Purson ini menghilang. Padahal suara saksofon dari pemain saksofon yang djuluki "pixie" ini merupakan
bintangnya pertunjukan kelas ini. Tidak ada yang dapat menghubungi Soi dan tak
seorang pun tahu keberadaannya.
Sebagai
ketua kelas, Iruma mendatangi tempat favorit sang Pixie untuk mencoba menemuinya di
sana. Dia menyiapkan diri untuk mengobrol dengan sang pemusik. Tujuannya bukan untuk
mengajak atau bahkan memaksa Soi untuk kembali ke dalam tim. Ia hanya ingin
berbincang-bincang dengan teman sekelasnya tentang apa yang sebenarnya dia inginkan.
Mulai dari Membuka diri untuk Mendengarkan |
Iruma memulai
dari menanyakan hal yang Soi sukai seperti mengapa menyenangi musik dan kapan
pertama kali belajar alat musik tiup. Ia mendengarkan dengan sepenuh hati dan
menanggapi secara verbal maupun non-verbal. Murid yang jarang bicara ini akhirnya
lebih banyak berkata-kata dan Iruma ada di posisi pendengar yang baik. Obrolan
berlangsung dari sore hingga matahari terbit keesokan harinya. Di akhir
percakapan, Iruma merespon bahwa ia memahami apa yang dirasakan rekannya. Tetapi
keputusan akhir untuk tampil atau tidak tetap dikembalikan kepada sahabatnya ini. Akhirnya
saat giliran kelasnya tampil akhirnya Soi muncul di detik-detik terakhir.
Curahan Hati Semalam Suntuk |
Chapter ini mengangkat beragam isu gangguan
kesehatan mental seperti kecemasan social (social anxiety), depresi, masalah
keluarga, introver, empati, dan tekanan teman sebaya (peer pressure).
Tindakan Iruma adalah contoh apa yang seharusnya dilakukan terhadap orang
yang memiliki pergumulan mental seperti Soi. Kita hanya perlu menyediakan waktu
dan membuka telinga untuk mendengarkan dengan baik. Seringkali dengan adanya
sosok yang dipercaya untuk mencurahkan masalahnya, orang yang merasakan beban
mental akan merasa sangat terbantu.
Mendengar untuk Membantu Lulus
Pentingnya
menjadi pendengar saya rasakan ketika sesi konsultasi dengan mahasiswa. Di
jurusan saya biasanya setelah wisuda periode Oktober di kampus, mahasiswa yang
belum lulus dikumpulkan untuk diajak berdialog satu per satu. Harapannya adalah
jurusan bisa mengetahui masalah yang dihadapi dan dapat membantu agar mahasiswa
lekas lulus. Peran saya sebagai tim kemahasiswaan lebih banyak menerima cerita
dari tiap-tiap mahasiswa. Tak jarang ada yang meluapkan emosinya dengan
tangisan dalam sesi curhat individu ini. Mereka membutuhkan orang yang dapat
diceritakan kendala yang mereka hadapi.
Dari
beberapa mahasiswa yang saya temui banyak yang akhirnya menemukan resolusi baru
setelah lega mencurahkan isi hatinya. Misalnya ada mahasiswa yang takut menemui
dosen pembimbing Tugas Akhir. Bahkan ia tidak mengumpulkan laporan karena
berasumsi bahwa sang dosen galak. Kecemasannya yang terus berlanjut membuatnya
sampai terbaring sakit. Tangannya gemetar saat akan mencoba menghubungi dosen
pembimbingnya. Setelah bercerita, ia merasa lebih lega dan menemukan semangat
baru untuk mulai mengontak dosen dan melanjutkan penelitiannya. Ada juga
mahasiswa yang merasa bodoh karena indeks prestasinya (IP) yang dirasa rendah.
Bahkan ia merasa tidak perlu menulis skripsi karena khawatir tidak akan bisa diterima untuk bekerja. Setelah bercerita, ia sendiri menyadari bahwa IP bukanlah faktor utama
dalam mencari kerja. Dan ia dapat menerima pencapaiannya hingga saat ini dan
menentukan target baru untuk lulus.
Sepanjang
sesi konsultasi, kebanyakan waktu saya hanya membuka telinga dan hati saja. Kalau
mahasiswa meminta saran, barulah saya sampaikan anjuran yang kira-kira relevan.
Belajar dari penggalan cerita di manga Mairimashita! Iruma-kun dan
pengalaman mendengarkan teman-teman mahasiswa yang belum lulus, saya menyadari
bahwa orang yang memiliki masalah seringkali hanya butuh pendengar yang baik.
Dengan mengungkapkan keluh kesahnya, mereka dapat berpikir lebih jernih dan
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
Komentar
Posting Komentar