Ketika belajar di Taiwan, saya menjadi semi-vegetarian. Untuk menghindari memakan daging atau campuran bahan hewani yang belum tentu halal, saya memilih untuk mengkonsumsi sayur-sayuran dan protein nabati. Untungnya Taiwan merupakan vegetarian paradise. Banyak tempat makan vegan dan vegetarian, serta restoran yang menyediakan opsi vegetarian.
Namun saya masih memakan daging
kalau itu halal. Misalnya saat makan di Chang’s Beef Noodle yang sudah
mengantongi sertifikat halal dari Chinese Muslim Association, tentu saya tidak
melewatkan menghabiskan semangkuk beef noodle di sana. Makanan yang
disajikan di asrama IECA (Islamic Education and Cultural Association) Yonghe
tempat saya tinggal pun dipastikan terjamin kehalalannya. Sehingga saya tidak
ragu menyantap hidangan daging.
Sebelumnya saya berpikir kalau
di Indonesia akan sulit jika ingin memakan hanya hidangan berbasis nabati saja.
Lauk pauk banyak yang terbuat dari ayam, ikan, sapi, dan kambing. Makanan khas
Indonesia yang di kenal di dunia internasional, sate dan soto, komponen
utamanya daging. Kalau menyajikan konsumsi untuk seminar atau rapat, lauknya
minimal perlu menghidangkan salah satu protein hewani.
Belakangan saya beru menyadari ternyata
Indonesia punya banyak sekali opsi makanan vegetarian. Tempe dan tahu dapat menjadi
bahan dasar utama untuk olahan lauk. Belum lagi jamur yang memiliki banyak
varian yang dapat dimakan, membuat pilihan protein nabati semakin banyak.
Misalnya saja gado-gado dengan tahu dan nasi cukup untuk menjadi lauk yang memenuhi
kebutuhan gizi. Di seluruh nusantara juga banyak meracik menu-menu andalan
tanpa daging. Sebut saja lotek, kupat tahu, gudeg dan plecing kangkong merupakan
beberapa contoh opsi sajian nabati di negara kita. Jajanan pasar apalagi.
Mayoritas kue-kue basah tidak mengandung daging di dalamnya.
Pecel Madiun dengan Beragam Jenis Sayuran |
Memang cukup banyak restoran
berlabel vegan dan vegetarian yang di-branding sebagai tempat makan
premium. Misalnya di Bali, ada rumah makan vegetarian yang menyediakan nugget
dari jamur dan sate dan sosis yang rasanya menyerupai daging tapi dari
bahan kedelai. Hanya saja harga makanannya bisa 2 sampai 3 kali lipat hidangan dengan
daging asli. Tapi dengan mudah kita juga dapat menemukan makanan yang
vegetarian friendly di pinggir jalan tanpa label vegetarian atau vegan. Cobalah
main ke sekolah dasar, jajanan anak-anak seperti cakue, kue cubit, dan cireng semuanya
berbahan dasar tanaman. Makan di warung nasi, mengambil lauk tahu dan tempe
bacem serta sayur urap pun semuanya dari tumbuhan.
Jadi sebelum ramai orang menyuarakan gerakan hidup vegetarian atau vegan karena peternakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar, Indonesia sudah mengenal budaya makan berbasis tumbuhan dari dulu. Jika khusus menjadi tempat makan dengan stiker all plant-based food, akan menemukan rumah makan kelas atas dengan harga yang memukau. Tapi sebenarnya kita dapat mencari makanan vegetarian dan vegan di sekitaran kita dengan mudah.
Komentar
Posting Komentar