Jika HP saja perlu di-charge setiap hari, seberapa sering kita men-charge iman kita?
Kata-kata
tersebut yang saya ingat dari mentor. Dari SMA saja rutin mengikuti mentoring
pekanan yang diadakan oleh ekstrakulikuler DKM (Dewan Keluarga Masjid) di
sekolah. Teman-teman mentoring saya merupakan teman seangkatan. Mentoring
terus berlanjut hingga kuliah, walau sempat berganti mentor mulai dari Kang Rendy,
Kang Reza, hingga Kang Hafizh. Sempat juga bergabung kelompok mentor tapi kurang
lebih saya masih berinteraksi dengan teman-teman yang sama sejak SMA hingga kuliah
di kelompok mentoring saya.
Masih
mengikuti mentoring hingga kuliah merupakan yang saya syukuri dan sesali.
Satu sisi saya merasa bersyukur mendapatkan pembinaan rutin sehingga dapat ilmu
terus-menerus, punya mentor yang mau mendedikasikan waktunya disela-sela kesibukannya
secara rutin untuk membina adik mentornya, serta dapat saling berbagi cerita
dengan teman-teman sekelompok. Materi yang disampaikan tidak melulu soal ajaran
islam, tapi juga membahas sejarah, komunikasi, soft skill, dan sharing
pengalaman hidup. Di sisi lain hal yang saya sesali adalah tidak mengikuti
setiap sesi mentoring dengan serius. Saya hanya take for granted dari
setiap pertemuan pekanan. Terkadang materi yang disampaikan hanya masuk telinga
kanan dan keluar telinga kiri, beberapa kali saya sengaja terlambat hadir,
bahkan tidak serius berinteraksi dengan teman-teman. Setelah lulus dan merantau
ke Balikpapan, mentoring ini sempat terhenti. Di sini saya baru
merasakan kehilangan yang besar. Tidak bertemu teman-teman secara rutin, tidak
mendapatkan pembinaan dari mentor, juga tidak lagi punya fasilitas untuk meng-upgrade
diri secara mudah.
Beberapa
tahun berlalu hingga akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti mentoring
kembali. Kegiatan mentoring ini diadakan oleh Masjid Salman ITB dengan
target alumni muda. Saya mendapatkan mentor Pak Akhmaloka (rektor ITB 2010-2015)
dan teman-teman sekelompok yang sama-sama ingin berkarir di bidang akademik atau
mau studi lanjut. Pertemuan diadakan setiap pekan sekali selama 6 bulan.
Selain
belajar dari sang mentor, di sesi mentoring kami ada kesempatan untuk
sharing sesama mentee. Dan dari saling bercerita tentang pencapaian, menghadapi
kegagalan, hingga pelajaran hidup, kami dapat saling belajar. Misalnya ketika
di sesi bulan September, Ilham bercerita bahwa dia sedang di Amerika untuk melanjutkan
pendidikan S2nya di Cornell University. Ilham merunut kisahnya dari perjuangan
aplikasi kuliah dan mencari beasiswa, hingga persiapan keberangkatan. Saya jadi
termotivasi dan langsung mendaftar tes TOEFL setelah sesi mentoring,
yang sempat tertunda beberapa bulan dengan alasan belum siap.
Di sesi
bulan Oktober ini juga Putri sharing tentang pelajaran hidupnya bahwa
waktu kita terbatas sedangkan aktivitas yang harus kita lakukan banyak. Saya
merasa tertampar karena belakang saya lebih banyak leha-leha padahal banyak online
course yang menunggu untuk dijalankan. Saya pun jadi sadar untuk
mengalokasikan waktu secara rutin setiap hari untuk mencicil kursus-kursus
tersebut. Kang Ali juga bercerita pengalamannya ketika akan S2, mulai dari belajar
bahasa Inggris di Pare 6 bulan, sampai bekerja untuk membiayai kuliah. Saya
merefleksikan diri lagi bahwa selama ini perjuangan saya belum maksimal, tidak
sampai banting tulang untuk menggapai mimpi.
Selain dibina oleh mentor, sesi mentoring ini juga dapat memantik semangat dengan mendapatkan percikan-percikan inspirasi dari teman-teman sekelompok. Apabila sedang menjalankan mentoring, manfaatkanlah setiap pertemuan untuk belajar sebanyak-banyaknya, berinteraksi dengan teman, dan meningkatkan diri selagi kesempatan itu masih ada.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPermisi Mas, Saya ada chat di toko shopeenya sampean nanya buku. Tolong dicek. Thanks
BalasHapus