Salah satu pertanyaan yang paling banyak muncul dari mahasiswa tingkat akhir antara lain apakah lebih baik langsung melanjutkan pendidikan S2 atau menambah pengalaman kerja selama beberapa tahun dahulu. Saya pribadi cenderung untuk memilih untuk bekerja setidaknya dua tahun dulu sebelum memutuskan untuk mengambil gelar magister. Ada empat alasan mengapa saya menyarankan demikian. Untuk disclaimer di awal, argumen yang saya tulis berdasarkan pengalaman dan konteks keilmuan Teknik Industri serta untuk lanjut kuliah beasiswa di luar negeri. Bisa jadi ada alasan yang kurang cocok untuk diterapkan di luar konteks tersebut.
Mengumpulkan
Modal untuk Mendaftar Kuliah dan Beasiswa
Dalam
proses aplikasi kampus dan beasiswa ke luar negeri akan ada biaya-biaya yang
dikeluarkan. Biaya yang paling umum biasanya untuk tes bahasa Inggris (TOEFL IBT
atau IELTS), yang bisa mencapai 2 juta rupiah per tes. Jika ijazah dan
transkrip akademik masih diterbitkan dalam bahasa Indonesia saja, perlu juga
biaya untuk alih bahasa oleh penerjemah tersumpah. Ada juga beasiswa yang
meminta terjemahan akte kelahiran serta sertifikat prestasi dan pengalaman organisasi
dalam bahasa Inggris. Ditambah lagi, jika dokumen perlu dikirim secara fisik,
minimal perlu melakukan legalisasi ijazah dan transkrip akademik di kampus asal
maupun di notaris. Terkadang ada kampus luar negeri yang mensyaratkan untuk
mengirimkan dokumen ke alamat admission office. Biaya kirim ke luar negeri umumnya lebih mahal
dibandingkan biaya pengiriman antar kota di dalam negeri.
Jika S1
kita beruntung mendapatkan beasiswa hingga lulus, untuk biaya mengambil tes hingga
pengiriman dokumen perlu mengandalkan tabungan. Jika tidak terpaksa harus
meminta uang dari orang tua atau penanggung. Namun jika kita sudah bekerja
beberapa lama dan punya tabungan yang cukup, pengeluaran-pengeluaran untuk
aplikasi beasiswa dapat menggunakan uang sendiri. Dan biasanya jika mengambil
tes bahasa Inggris dengan biaya sendiri, akan lebih serius dan effort-nya
lebih besar.
Memahami
Konsep yang Abstrak dari Pengalaman Kerja
Keilmuan
Teknik Industri merupakan keilmuan yang agak abstrak. Ilmu yang kami pelajari seringkali
tidak ada bentuk fisiknya, misalnya sistem perusahaan, penendalian kualitas,
dan organisasi. Kalau belum pernah merasakan langsung bagaimana sistem
perusahaan itu bekerja, dan bagaimana merumuskan strategi managemen, dan bagaimana
interaksi antar karyawan di dalam organisasi bisa jadi seorang sarjana Teknik
Industri belum terbayang bagaimana aplikasinya. Untuk mempelajari production
planning and control lebih enak
secara langsung belajar dari lantai produksi.
Mahasiswa
biasanya sudah merasakan bekerja di perusahaan ketika Kerja Praktik (KP) atau intern
di perusahaan. Tapi pengalaman magang seringkali tidak sedalam dibandingkan
jika bekerja jadi karyawan langsung. Akses mahasiswa intern lebih terbatas
dan tidak menyeluruh jika dibandingkan karyawan tetap. Beberapa teman saya
bahkan selama KP belum pernah benar-benar turun ke lantai produksi akibat alasan
konfidensialitas.
Ketika
kuliah master’s degree, beberapa teman sekelas saya ada yang langsung
melanjutkan pendidikan setelah lulus S1 tanpa sempat bekerja terlebih dahulu. Ketika
di kelas saat dosen menerangkan mengenai konsep yang abstrak, misalkan budaya perusahaan
(corporate culture), mereka belum terbayang bagaimana sesungguhnya para
karyawan menjalankan udaya tersebut di tempat kerjanya. Untungnya saya yang
pernah bekerja merasakan dan merasakan bagaimana budaya keselamatan safety yang
berbeda pada dua perusahaan minyak & gas yang terletak bersebelahan bisa
langsung relate dengan penjelasan dari dosen. Selain pengalaman kerja selama
beberapa yang dibutuhkan untuk mendaftar kuliah (seperti MBA yang memiliki
syarat minimal 2 tahun kerja misalnya), work experience sangat membantu
untuk memahami konsep keilmuan yang abstrak dengan melihat aplikasinya langsung
di industri.
Memperoleh
Rekomendasi Profesional
Salah
satu syarat untuk mendaftar kampus dan beasiswa yang juga umum adalah
menyediakan surat rekomendasi. Jika baru lulus S1 biasanya surat rekomendasi
hanya di dapat dari dosen di kampus, dari dosen pembimbing, dosen wali, atau ketua
jurusan. Menurut pemaparan salah satu tim seleksi kuliah dan beasiswa di kampus
luar negeri, kandidat akan lebih disukai jika memiliki rekomendasi dari akademisi
dan profesional. Rekomendasi profesional dapat diperoleh dari kolega atau
atasan di tempat bekerja jika performa kita baik. Ketika mau resign dari
perusahaan dan meminta surat rekomendasi untuk melanjutkan studi, kita juga
perlu mengkomunikasian dengan baik kepada user di korporat.
Membangun
Etos Kerja & Etika Profesional
Jika sudah
bekerja atau berwirausaha, kita akan merasakan etos kerja yang berbeda dengan
ketika masih menjadi mahasiswa. Misalnya ketika di tempat kerja, jika karyawan
tidak submit pekerjaannya sebelum deadline, konsesukensinya
berat: gaji dipotong, surat peringatan (SP), hingga putus hubungan kerja. Kalau
masih mahasiswa masih bisa salah. Telat ngumpulin tugas, akibatnya pengurangan
nilai, atau ngulang kuliah kalau tidak lulus.
Pengalaman
ketika saya kerja sama tim sewaktu S2, ada anggota tim yang males-malesan, bahkan
mengumpulkan tugas lewat deadline. Teman saya masih bisa tertawa ringan
dan tidak terlalu merasa bersalah. Karena belum pernah merasakan bekerja langsung,
dia merasa masih seperti bekerja kelompok di S1. Ada juga kejadian dia
terlambat datang kuliah dengan alasan ketiduran. Kalau di lingkungan kerja
profesional, mayoritas kita tidak bisa terlambat (kecuali jika jam kerja flexitime)
Kalau sebelum
S2 sudah bekerja dan membangun etos kerja yang baik, akan terlihat juga ketika belajar
dan kerja tim dalam perkuliahan S2. Etos kerja yang bisa dibangun ketika kerja
profesional diantaranya disiplin, tanggung jawab dan tepat waktu. Dan etos
kerja yang baik ini juga akan mendukung kita dalam menyelesaikan studi master.
Pengalaman kerja sama dengan teman yang etos kerjanya kurang karena belum pernah bekerja secara profesional mungkin merupakan hal personal yang saya rasakan, jadi tidak applicable untuk semua orang. Tapi membangun etos kerja yang baik di dunia profesional bisa mendukung kita untuk menunjukkan performa yang lebih baik ketika kuliah master dan kerja kelompoknya.
Banyak opsi setelah lulus sarjana; bekerja, lanjut kuliah, memulai bisnis, fokus membangun bahtera rumah tangga, dan lainnya. Cukup banyak yang mempertimbangkan untuk langsung lanjut kuliah lagi. Untuk konteks jurusan Teknik Industri, lebih baik punya pengalaman kerja minimal 2 tahun terlebih dahulu untuk bisa mengumpulkan modal, melihat aplikasi ilmu yang dipelajari di kuliah pada industri secara langsung, dapat surat rekomendasi dari profesional, hingga memupuk budaya kerja dan etika profesional.
Sangat bermanfaat izin share ya tulisannya
BalasHapus