Bayangkan kamu melihat sebuah
troli yang sedang melaju ke arah lima orang pekerja yang tidak dapat kabur.
Kebetulan kamu berada dekat sebuah tuas untuk mengalihkan laju troli ke jalur
kedua. Di jalur lainnya juga ada pekerja, tetapi hanya satu orang. Apa yang
akan kamu lakukan, mengorbankan satu orang atau membiarkan lima nyawa melayang?
Ilustrasi Trolley Problem |
Permasalahan tersebut dikenal sebagai
Trolley Problem, sebuah versi dilema secara etis (ethical dilemma) yang
dipikirkan oleh seorang filsuf, Phillippa Foot, pada tahun 1967. Berdasarkan
survei, 90% responden mengatakan bahwa it’s okay to flip the switch. Dalam situasi tersebut mayoritas orang membenarkan untuk menarik tuas
dan mengalihkan jalur untuk kemudian mengorbankan satu nyawa untuk dapat
menyelamatkan lebih banyak nyawa. Pilihan ini sejalan dengan prinsip utilitarian, yang menyebutkan bahka keputusan yang benar secara moral adalah keputusan
yang memaksimalkan kesejahteraan untuk jumlah orang terbanyak.
Ada salah satu manga yang menggunakan trolley problem ini dalam salah satu bagian ceritanya. Manga supranatural berjudul Jagaaaaaan, yang bercerita mengenak seorang polisi yang mendapatkan kekuatan super karena “frienzied frog” dan memburu orang lainnya yang terinfeksi, pada chapter 85 menampilkan permasalahan ini. Ketika sang tokoh utama kencan ke taman bermain, sang kekasih diculik. Kemudian sang tokoh utama berada pada sebuah roller coaster yang bercabang: salah satu jalur ada kekasihnya yang terikat dan di jalur lainnya ada lima orang asing yang juga terikat. Setelah berkontemplasi,bobot emosi ketika mengambil keputusan. Belle, sang kekasih, lebih penting dibandingkan lima orang yang tak dikenalnya. Sang protagonis akhirnya mengambil keputusan menggilas lima orang lainnya dapat untuk menyelamatkan belahan hatinya.
MC yang Dihadapkan dengan Dua Pilihan Berat |
Nyawa Kekasihnya Lebih Berharga dibandingkan Nyawa 5 Orang Asing |
Dari
contoh cerita pada Jagaaaaaan ini
kita bisa belajar bahwa ketika mengambil keputusan manusia tidak sepenuhnya
logis, tapi juga melipatkan emosi dan perasaan. Makanya ada pembelian yang
didasarkan oleh emosi. Banyak kita temui pembeli yang tidak begitu butuh
barang, tapi karena terpikat dengan desain, kemasan, atau cerita di balik
produk jadi akhirnya memutuskan untuk membeli. Sebagai penjual atau produsen
perlu melibatkan unsur emosi dalam merancang produk dan konten pemasaran untuk
menyentuh sisi emosional customer.
Komentar
Posting Komentar