Setiap kali ada anime baru yang diadaptasi dari manga diumumkan, fan base-nya pasti akan heboh. Misalnya ketika bulan April ini diumumkan akan ditayangkannya anime Jojo’s Bizare Adventure: Stone Ocean, baik di media sosial, platform 9gag, hingga forum Reddit langsung muncul banyak postingan mengenai ini. Para penggemar gembira karena manga favoritnya akhirnya digarap menjadi serial film animasi. Namun, ketika anime yang diadaptasi dari manga, atau light novel, tayang biasanya respon fans berbeda-beda. Ada yang senang, biasa saja, bahkan mungkin kecewa.
Para penggemar biasanya memiliki
ekspektasi tinggi terhadap adaptasi anime dari komik. Gambar hitam putih yang
biasa mereka baca dibayangkan dapat “hidup” dengan bergerak, berwarna, ditunjang
dengan musik dan pengisi suara yang profesional. Belum lagi lagi pembuka (opening)
dan penutup (ending) yang biasanya mendukung pensuasanaan anime.
Jika realitanya anime yang ditoton sesuai dengan ekspektasi, maka penggemar
akan puas. Misalnya pada adaptasai anime Jujutsu Kaisen, sang produser,
studio Mappa, setia dengan cerita dari manga. Bahkan beberapa adegan diambil
langsung dari panel-panel yang ada di manga. Misalnya adegan domain
expansion oleh Gojo di episode 7 dan double black flash Yuuji dan Nobara
di episode 24. Di manga adegan tersebut hanya digambarkan dalam beberapa panel
saja. Namun pada anime adegan ini ditayangkan hingga hampir 1 menit dengan animasi,
suara, dan dukungan voice actor yang memukau. Karena adaptasi dari manga
ini sesuai, atau bahkan melebihi ekspektasi penggemar maka tak heran jika anime
Jujutsu Kaisen mendapatkan rating yang tinggi di website myanimelist
(MAL), yakni 8,79 yang menempati rangking ke-27.
Di sisi lain jika adaptasi anime jauh menyimpang dari sumber aslinya, kekecewaan atau bahkan kemarahan konsumen akan terpantik. Banyak contoh anime yang seolah-olah sang sutradara membuat cerita sendiri yang jauh berbeda dari manganya, misalnya Full Metal Alchemyst, Ao no Exorcist, dan Akame ga Kill yang endingnya tidak sama dengan manganya. Banyak fans yang mengeluhkan perbedaan ini. Hingga akhirnya anime Full Metal Alchemyst: Brotherhood digarap ulang dengan setia mengikuti cerita dari manga. Hasilnya direspon sangat positif karena memenuhi keinginan pelanggan. Membuatnya meraih skor 9,18 dan menduduki rangking pertama di website myanimelist.
Salah satu contoh kekecewaan berat
penonton terhadap anime yang adaptasi animenya berbeda dari manganya dapat
dilihat pada The Promised Never Land. Season pertamanya, yang ceritanya setia
dengan manga mendapatkan penilaian 8,63 dari para penggemar yang membuatnya
menduduki rangking ke-60 di MAL. Namun pada season berikutnya banyak arc
dan cerita penting yang dilewatkan, membuat penonton tidak segan memberikan
skor rendah. Anime di musim kedua memperoleh skor 5,69 dan peringkatnya terjun
bebas ke ranking 9302.
Pada perkuliahan dan praktikum perancangan produk di jurusan Manajemen Rekayasa, kita belajar bahwa salah satu kunci untuk mengembangkan produk yang dapat diterima di pasar adalah dengan mempertimbangkan voice of customer (suara/keinginan konsumen). Produk yang mengimplementasikan VoC dipersepsikan dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi konsumen sehingga dapat laku dijual di pasar. Pada konteks cerita di atas, produknya adalah anime yang diadaptasi dari manga. Dan VoC-nya adalah cerita yang diangkat sama dengan naskah aslinya. Contoh keberhasilan adaptasi dapat dilihat dari anime yang ceritanya konstan dengan manga (Jujutsu Kaisen) dan contoh ketidakpuasan pelanggan dapat ditafsirkan dari contoh anime yang ceritanya jauh berbeda dari sumber aslinya (The Promised Neverland).
Memang banyak pertimbangan untuk
memasukkan cerita dari manga ketika diangkat menjadi film animasi, misalnya
kemampuan teknis tim animator, preferensi sutradara hingga anggaran yang
terbatas. Namun tidak ada salahnya jika tetap mempertimbangkan Voice of
Customer dari para fans untuk tetap membuat cerita sama dengan
sumber aslinya agar dapat lebih disukai penonton.
Komentar
Posting Komentar