Selama menjalankan virtual tour dari bulan Mei 2020, pertanyaan yang hampir selalu ditanyakan kepada tour guide adalah apakah mudah menemukan makanan halal di destinasi yang dikunjugi. Pada tulisan ini saya ingin bercerita mengenai pengalaman menemukan makanan halal di negara-negara yang pernah saya kunjungi dan tinggali. Negara yang dimaksud merupakan negara yang mayoritasnya bukan muslim. Di negara muslim seperti di semenanjung arab dan Malaysia tentunya akan mudah menemukan makanan berlabel halal.
Ketika pertama
kali tinggal cukup lama di luar negeri adalah ketika menjalani summer
semester di Kumamoto University, Jepang, ketika tingkat akhir S1 tahun 2015.
Pada awalnya, prinsip saya adalah tidak makan babi dan tidak minum alkohol.
Saya masih makan onigiri ayam, beef katsudon (rice bowl), bahkan
makan sushi dengan shoyu (kecap asin) yang mengandung mirin yang beralkohol.
Jadi ketika itu saya cenderung makan dan minum sembarangan, karena sekali lagi prinsipnya:
asalkan bukan babi dan tidak meminum alkohol.
Pada waktu itu
saya belium mengetahui bahwa syarat daging halal adalah disembelih dengan
menyebut nama Allah. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kalian memakan daging
hewan-hewan yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya
perbuatan yang semacam itu adalah sebuah kefasikan.” (QS al-An’aam: 121). Padahal
daging ayam atau sapi yang ada pada menu-menu yang disajikan di restoran atau
dijual di minimarket kebanyakan tidak dipotong dengan menyebut nama Allah.
Kalau daging yang berlabel halal maka sudah pasti dipotong sesuai syariat
islam.
Semasa melanjutkan
studi S2 ke China saya sudah belajar mengenai makanan halal dan menjadi sangat strict
terhadap pemilihan makanan. Saya hanya mau makan apabila makanan atau
minuman memiliki label halal dan di tempat makan yang sudah bersertifikasi
halal. Untungnya di Hong Kong sangat mudah menemukan makanan bersertifikasi
halal. Daftar tempat makan yang sudah bersertifikasi halal dari Islamic Trust
of HK dapat dilihat pada tautan berikut. Di kantin kampus saya ada kios Ebeenezer
yang sudah bersertifikasi halal dan jadi langganan tempat makan siang. Di
toko-toko pun mudah menemukan makanan halal yang diimpor dari Filipina, Thailand,
Uni Eropa dan negara lainnya. Toko Indonesia, yang menjual produk-produk impor
dari Indonesia, pun banyak bertebaran yang mudah menemukan makanan dan minuman
yang halal. Di dekat apartemen saya di daerah Tsim Sha Tsui juga ada pasar yang
menyediakan daging halal. Ada juga Chung King Mansion yang di lantai dasarnya berserakan
kios makan halal. Jadi saya tetap dapat menjalankan prinsip hanya makan makanan
berlabel halal.
Pikiran saya
mengenai makanan halal menjadi lebih terbuka ketika melanjutkan studi ke
Taiwan. Ketika bertemu dengan teman-teman mahasiswa Indonesia di Taipei, mereka
menceritakan mengenai makanan vegan dan vegetarian. Sebelumnya saya tidak mempertimbangkan
kedua opsi ini karena selama tinggal di Indonesia saya masih mengkonsumsi
daging. Karena menu vegetarian dan vegan tidak mengandung daging sama sekali, maka
dapat dimakan oleh umat muslim. Terlebih Taiwan merupakan surganya untuk makanan
berbasis sayuran ini. Jadi walaupun tidak memiliki sertifikasi halal, tapi saya
masih dapat makan di rumah makan vegan dan vegetarian.
Dari kawan
saya yang tidak memakan daging aya belajar mengenai V-Card (Vegan Card).
V-Card ini adalah kartu kecil dengan dua bahasa (biasanya bahasa Inggris dan
bahasa lokal) yang mengatakan bahwa ‘saya vegan dan tidak makan daging, telur,
susu, maupun produk hewani lainnya’. Kartu ini tersedia dalam berbagai bahasa dari
seluruh dunia. Kita tinggal mencetak dan melipat kartunya. Misalnya jika kita
berkunjung ke Tiongkok, kita dapat mencetak kartu dengan bahasa Chinese
(Simplified) dan kartunya akan memiliki satu sisi berbahasa Inggris dan satu
sisi berbahasa mandarin. Kartu ini akan memudahkan komunikasi ketika berbelanja
atau memesan makanan jika orang lokal tidak mengerti bahasa Inggris dengan
baik. Untuk mengunduh file v-card dapat melalui tautan ini.
Gambar 1. Vegan Card dengan Bahasa Mandarin (Simplified) |
Di dekat
asarama saya di Xindian ada rumah makan vegetarian yang dikelola oleh orang
Indonesia, Mbak Yani namanya. Wanita kelahiran Malang ini menikah dengan orang
Taiwan dan membuka rumah makan ini di Taipei. Rumah makan ini jadi langganan sarapan
sebelum ke kampus. Saya sering diberi
tambahan lauk oleh Mbak Yani setiap kali makan.
Di kantin
kampus saya, National Taiwan University, sebenarnya ada salah satu bagian
makanan prasmanan yang berlabel ‘muslim friendly food’ pada menu prasmanan.
Daging yang digunakan memang halal. Tapi saya pribadi tidak memilih untuk makan
di sana karena ada orang yang menggunakan tong (penjepit makanan) yang
dia telah gunakan untuk mengambil makanan dari tempat lainnya. Walaupun sudah
tertulis untuk menggunakan tong khusus untuk mengambil makanan pada
bagian muslim friendly, tapi terkadang ada saja orang yang malas mengganti
capit dan tetap menggunakan capit yang sama dengan yang digunakan untuk
mengambil menu tidak halal. Jadi untuk menghindari hal tersebut saya
lebih memilih untuk menghindari makan di sana.
Forum Mahasiswa
Muslim Taiwan (FORMMIT) mengeluarkan halal card, sebuah kartu yang isinya
kurang lebih bahwa saya muslim dan makanan apa saja yang boleh saya makan dan
tidak dapat saya makan. Kartu ini juga ditulis dalam dua bahasa: bahasa
Mandarin Tradisional dan bahasa Inggris. Kartu ini dapat dicetak seukuran kartu
nama dan dibawa di dompet untuk diperlihatkan jika butuh permintaan khusus ketika
memesan makanan atau berbelanja.
Gambar 2. Halal Card Mandarin (Tradisional) dari FORMMIT Sumber |
Belajar dari
pengalaman ketika di Taiwan, saya merasa mudah untuk menemukan makanan di Brazil.
Di negara yang terkenal dengan Tari Samba ini menemukan restoran bersertifikasi
halal sangat sulit, apalagi menemukan makanan yang berlabel halal. Jadi sleama
tinggal di Brazil saya menjadi vegetarian. Kartu vegan berbahasa Portugis pun
sangat membantu untuk menghindari makanan yang mengandung daging atau olahan
hewan. Untungnya banyak makanan di Brazil yang berbasis tumbuhan dan sea
food. Walaupun agak disayangkan saya belum dapat mencicipi steak Brazil
yang terkenal.
Jadi, untuk menemukan makanan halal di luar negeri sebenarnya cukup mudah. Jika tidak ada rumah makan atau makanan berlabel halal, sebagai umat muslim kita masih dapat mengkonsumsi makanan vegetarian dan vegan. V-card seperti yang sudah diceritakan di atas pun dapat membantu dalam memesan makanan. Untuk bepergian ke beberapa negara, seperti Tiongkok dan Jepang, sudah ada yang membagikan halal card/muslim support card/muslim dietary card, yang juga dapat digunakan untuk mengkomunikasikan mana yang boleh dikonsumsi dan mana yang tidak. Kita tinggal mencari menambahkan nama negara atau bahasa pada kata kunci kartu seperti di atas.
Gambar 3. Muslim Support Card Jepang Sumber |
Komentar
Posting Komentar