Sejak awal pandemi ini, saya jadi suka membaca ebook Light Novel untuk menemani aktivitas di kala diam di rumah. Light Novel (LN) merupakan novel dari Jepang, Korea, atau Tiongkok yang didampingi dengan ilustrasi bergaya manga. Biasanya LN dari Jepang diadaptasi menjadi anime atau manga. Novel pertama yang saya baca berjudul ‘Overlord’ karangan Maruyama Kugane. Novel bergenre isekai ini bercerita mengenai seorang tokoh yang terjebak di dalam game Yggdrasil dan berusaha mencari teman-teman satu guild-nya di dunia yang baru.
Dari bulan Maret tahun ini, sudah banyak seri novel yang saya tamatkan. Beberapa favorit saya antara lain Overgeared, Overlord, The Beginning After the End, dan Ascendance of a Bookworm yang ber-genre fantasi. Alasan saya menyenangi genre ini antara lain karena dunia dan cerita yang disajikan membuat berimajinasi untuk sejenak melupakan situasi terkurung di rumah selama lockdown.
Gambar 1. Cover dari Beberapa Light Novel yang Saya Baca |
Dari pengalaman membaca LN tersebut, ada tiga hal baru yang saya pelajari:
1. Kenal Budaya
Baru
Budaya dapat tercermin
dari literatur. Dalam menuliskan ceritanya, pasti ada unsur budaya dari negara
asalnya yang dituliskan oleh pengarang. Walaupun ceritanya ber-genre isekai yang
ber-setting ketika masa medieval, tetap ada budaya Asia Timur yang
terasa seperti penggunaan sapaan pada nama dan membungkuk untuk menuntukkan hormat.
Contohnya adalah penggambaran cara
berbicara orang biasa dengan kelas bangsawan pada novel ‘Ascendance of a Bookworm’
menggunakan level Bahasa yang berbeda dalam Bahasa Jepang. Jika orang biasa
berkenalan dengan kalimat “watashi wa namae wa Adit desu” (nama saya Adit),
para bangsawan menggunakan bahasa Jepang yang lebih sopan “watashi wa namae wa
Adit to moshimasu” (nama saya Adit, dengan imbuhan ‘to moshimasu’). Di Jepang
sendiri perbedaan kata akhiran ‘desu’ dan ‘to moshimasu’ adalah penggunaannya
ketika berbicara dengan orang lain yang sepantaran dengan yang dihormati.
Selain budaya
Jepang, ada juga budaya Korea yang tercermin dari novel karangan penulis Korea.
Misalnya hal seperti panggilan ‘hyung’, ‘noona’, ‘nim’, dan ‘ssi’. Di kala
banyak teman saya yang sudah tahu mengenai panggilan ini dari menonton drama
korea, saya baru tahu artinya ketika membaca novel korea. Ya, saya bukan penggemar
drama korea. Juga contoh lain budaya Korea yang ditonjolkan antara lain makan
di restoran barbeque di novel Overgeard. Ternyata orang Korea memang
suka makan di rumah makan seperti ini. Tak heran jika di Indonesia, dimana
penggemar budaya korea pasarnya cukup besar, mulai banyak bermunculan tempat
makan grill.
2. Menambah Kosakata
Bahasa Inggris Baru
Dengan membaca
novel terjemahan dalam Bahasa Inggris, otomatis saya terekspos dengan berbagai
kosakata baru dalam Bahasa Inggris. Dalam membaca manga atau manhwa terjemahan,
saya cukup bisa mengikuti dialognya tanpa harus membuka kamus. Namun ketika
membaca novel, mungkin lebih banyak hal yang diungkapkan penulis sehingga pengetahuan
kosakata saya yang ada saja belum cukup. Setelah mencari arti katanya, saya
jadi tahu & vocabulary Bahasa Inggris pun bertambah.
Gambar 2. Fitur Translate pada ebook Berformat EPUB |
Gambar 3. Beberapa Kosakata Bahasa Inggris Baru |
Selain memperkaya vocabulary, saya juga mempelajari beragam idioms baru, diantaranya:
- Right on the
money: apa yang dikatakan atau ditulis tentang suatu subjek itu akurat,
- Sell like hotcakes: menjual
sesuatu dalam jumlah banyak dengan mudah,
- Burst at the
seams: penuh saking banyaknya orang,
Karena idioms
digunakan dalam kalimat dan konteks cerita, pembaca jadi lebih terbayang bagaimana
aplikasinya yang tepat.
Jika ingin membaca ebook, direkomendasikan dalam format EPUB, karena ada fitur untuk menerjemahkan kata secara langsung. Awalnya saya lebih suka format PDF, karena tidak perlu aplikasi khusus untuk membuka file dokumen dengan format ini. Tetapi setelah merasakan kenyaman fitur EPUB seperti dapat mengatur ukuran tulisan dan mengubah warna latar belakang, saya lebih menyenangi format ini untuk membaca.
3. Menghargai
Pekerjaan Alih Bahasa oleh Penerjemah
Sebelumnya,
saya pikir pekerjaan alih Bahasa cukup mudah, apalagi sejak ada fitur google
translate. Namun pikiran saya berubah ketika melihat pekerjaan translator di
setiap novel yang diterjemahkan. Merupakan suatu tantangan tersendiri untuk mencari
padanan kata pada Bahasa Inggris dari Bahasa aslinya. Hal ini bisa menimbulkan
perbedaan istilah yang membingungkan pembaca. Misalkan di satu chapter dituliskan
kata returnee, di chapter yang lain sang penerjemah mengubahnya menjadi regressor.
Saya jadi
terbayang dalam penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia juga mungkin akan
mengalami kendala. Misalnya kata witch/wizard, sage, sorcerer, magician,
enchanter akan diterjemahkan menjadi satu kata yang sama ‘penyihir’.
Padahal dalam Bahasa Inggris terdapat perbedaan makna dari masing-masing kata.
Ketika membaca
salah satu tulisan dari penerjemah (Translator Note , TL) yang mengatakan
bahwa ada dua karakter yang berbicara dalam Bahasa Korea yang halus dan tidak
menemukan padanannya dalam Bahasa Inggris, saya jadi terbayang tantangan dalam alih
Bahasa ini. Bahasa Inggris tidak memiliki tingkatan kesopanan bahasa. Seorang anak
bilang ‘eat’ ke teman dan orang tuanya jika ingin makan. Ibaratnya dalam Bahasa
Sunda, seorang anak bilang ‘neda’ jika berkata untuk diri sendiri, ‘dahar’ jika
berkata kepada teman sebayanya, serta ‘tuang’ jika mengatakan ingin kepada
orang yang lebih tua.
Tantangan lain
yang saya sadari ketika menerjemahkan novel adalah menerjemahkan sound
effect. Di dalam novel, pengarang sering menambahkan kata-kata untuk lebih
mendeskripsikan gerakan atau kejadian, seperti bunyi tembakan, suara ledakan,
dan efek ketika dua pedang saling bersilangan. Dalam bahasa aslinya, sound
effect yang digunakan misalnya ‘jjajang’, ‘kwaching’ , atau ‘du-geun du-geun’
dalam Bahasa Korea. Beberapa penerjemah memilih untuk mencari padanan kata yang
beresuaian dalam Bahasa Inggris seperti ‘bang’ untuk suara tembahakan dan ‘boom’
untuk suara ledakan. Sebagain lainnya memilih untuk tetap menggunakan Bahasa aslinya
dalam kata bunyi Onomatopoeia.
Penerjemah juga harus siap menerima kritik dan masukan dari pembaca. Pada novel "Omniscient Reader's Viewpoint" misalnya, di awal novel Korea ini diterjemahkan oleh translator dengan nama pena RainbowTurtle (RT). Kemudian mulai dari chapter 363, alih bahasa dilanjutkan oleh penerjemah beralias A_Passing_Wanderer (AWP). Selain gaya bahasa yang berubah, penulisan nama tokoh dan beberapa terminologi pun berubah oleh AWP pun berbeda. Walaupun perubahannya minor seperti nama tokoh utama yang awalnya ditulis "Yoo Joonghyuk" berubah menjadi "Yu Jung-Hyeok", ternyata banyak fans yang tidak terima. Beberapa sampai ada yang menulis komentar ekstrem seperti penerjemah yang baru "membunuh karakter" yang sudah dibangun selama lebih dari 300 bab atau ada yang berhenti karena nuansa ceritanya berubah. Alasan perubahan penulisan ini karena AWP mengikuti standar penulisan ke bahasa latin (romanization) dari bahasa korea yang telah direvisi. Sebagian pembaca mendukung inisiatif ini, tapi ternyata banyak juga yang lebih nyaman dengan penulisan yang lama (walau tidak mengikuti standar penulisan). Jika tidak memiliki mental yang kuat, bisa jadi translator berhenti menerjemahkan novel ini.
Gambar 4. Beberapa Perubahan Nama dari Penerjemah Baru |
Gambar 5. Komentar-Komentar dari Pembaca Mengenai Perubahan Penulisan & Gaya Bahasa |
4. Melihat dari
Sudut Pandang Lain
Ada beberapa sudut
pandang penceritaan yang sering digunakan oleh penulis, di antaranya sudut pandang
orang pertama dan orang ketiga. Jika menggunakan sudut pandang orang ketiga,
penulis biasanya menambahkan informasi yang tidak diketahui sang tokoh utama,
misalnya perasaan atau hal yang dipikirkan oleh tokoh lainnya. Selain itu, pada
kedua kedua sudut pandang tersebut, penulis biasanya punya insight yang
tidak diketahui oleh tokoh utama. Misalnya ketika karakter utama sedang melakukan
aktivitas di kota A, ada kejadian yang diceritakan penulis terjadi di kota B tetapi
tidak diketahui tokoh utama. Berdasarkan informasi dari penulis, kita sebagai
pembaca mengetahui lebih banyak hal dibandingkan tokoh utama.
Mempertimbangkan
bahwa ada hal yang tidak kita ketahui ketika mengambil keputusan, bisa juga
diaplikasikan di dunia nyata. Ketika akan mengambil keputusan yang melibatkan
orang lain, kita bisa coba melihat dari perspektif orang lain tersebih dahulu (put
ourselves in their shoes). Atau jika orang lain berbuat hal yang tidak
sesuai dengan ekspektasi kita. Coba pikirkan kembali bisa jadi ada hal yang tidak
kita ketahui dan orang lain ketahui dan posisikan jika kita sebagai orang
tersebut apa yang membuat dia berlaku demikian.
Selain refreshing
dari cerita-cerita seru di dalam novel, banyak juga hal yang dapat kita
pelajari sebagai pembaca. Oh ya, jika ingin membaca LN dari Jepang, situs yang direkomendasikan
adalah justlightnovel.com dan Wuxiaworld untuk LN dari Korea dan Tiongkok.
Sampe segitunya ya
BalasHapus