Apa warisan terbaik untuk ditinggalkan kepada anak kita?
Banyak orang sepakat kalau hal terbaik untuk diwariskan adalah hal-hal tangible seperti ilmu yang bermanfaat, contoh karakter yang baik, dan nilai-nilai keagamaan yang kuat. Sebagian orang mengatakan bahwa warisan berbentuk benda dapat menimbulkan pertengkaran di antara ahli warisnya. Tapi, saya berpikir bahwa meninggalkan warisan tangible juga bisa bermanfaat bagi keturunan yang ditinggalkan.
Ide ini muncul ketika menonton episode 10 seri anime Violet Evergarden. Pada anime yang menceritakan mengenai veteran perang yang bekerja menjadi penulis surat ini, sang tokoh utama mendapatkan permintaan dari seorang klien untuk menulis surat selama beberapa hari. Walaupun sang klien sakit parah, namun ia tetap bersikeras untuk mendampingi sang tokoh utama menulis surat. Di akhir episode, diungkapkah bahwa surat yang ditulis oleh klien ternyata ditujukan kepada putrinya, yang bernama Anne. Ia menulis 50 surat dan meminta perusahaan jasa penulisan surat untuk mengirimkan surat kepada Anne satu per satu ketika hari ulang tahunnya, ketika sang klien sudah meninggal. Jadi walaupun sang ibu sudah tiada, Anne tetap dapat membaca pesan dari ibunda ketika hari ulang tahunnya. Bagian ini merupakan salah satu episode Violet Evergarden yang paling menyentuh bagi saya.
Selain menulis surat, inspirasi untuk meninggalkan benda-benda yang mungkin dibutuhkan ketika anak tumbuh besar saya peroleh dari anime Kakushigoto. Seri anime ini menceritakan mengenai Ayah yang menyembunyikan profesinya sebagai penulis komik bertema humor jorok karena tidak ingin dipandang buruk oleh Hime, putri semata wayangnya. Pada anime ini digambarkan ayah & ibu Hime meniggalkan boks berisi barang-barang yang mungkin dibutuhkannya pada usia-usia tertentu. Misalkan pada dus yang bertuliskan “7 tahun” berisi yukata (baju tradisional jepang) yang dijahit oleh ibunya untuk dikenakan di festival musim panas, serta dus yang dibuka ketika Hime berusia 10 tahun, yang salah satunya berisi resep masakan yang ditulis oleh ibunya juga.
Dari kedua
cerita ini, saya jadi diingatkan kembali bahwa usia orang siapa yang tahu. Bisa
jadi kita meninggalkan anak-anak kita di usia yang masih kecil. Dan bekal yang
bisa dibawa pulang ke hadapan Allah salah satunya adalah do’a anak yang shaleh.
Selain mendidik putra-putri kita agar tumbuh menjadi anak yang shaleh dan shalehah,
ide ini seperti menarik untuk dicoba. Walaupun kita sudah tidak berada bersama putra-putri
kita, tapi kita masih dapat “mendampingi” mereka tumbuh dan memberikan kenangan
tambahan bagi mereka.
Komentar
Posting Komentar