Pada tulisan
sebelumnya saya telah membahas pengenai anime Run with the Wind (“Kaze ga
Tsuyoku Fuiteiru”). Tulisan kali ini akan bercerita mengenai 3 pelajaran
berharga yang saya petik dari seri anime ini.
1. Mulai dari yang Kecil, Perlahan Meningkat
Pada Hakone Ekiden,
setiap peserta diwajibkan untuk menyelesaikan rute lari sepanjang kurang lebih 20
km. Pada tim pelari di anime tersebut, hanya 2 orang yang sudah terbiasa
berlari (Kakeru dan Haiji). Delapan orang lainnya merupakan pemula, bahkan ada karakter
Prince yang jarang berolahraga karena lebih suka menghabiskan waktunya dengan membaca
manga.
Di awal, latihan mereka adalah berlari sejauh 5 km terlebih dahulu. Tidak langsung dipaksa mencoba 20 km. Walaupun Prince sampai terengah-engah dan kehabisan tenaga, tapi setidaknya ia telah memulai dulu. Seperti yang Haiji katakan dalma film “rasakan sejauh apa jarak 5 km dengan tubuh sendiri”.
Tim lari ini
berlatih rutin setiap pagi (sebelum matahari terbit & sebelum sarapan).
Kemudian mereka menambah porsi latihan di sore hari juga. Pada awalnya yang
hanya berlari 5 km, mulai meningkatkan jaraknya secara perlahan. Bahkan
beberapa orang tim melakukan olahraga tambahan seperti Kakeru yang seringkali mulai
lebih awal, dan Prince yang lari di atas threadmill sambl membaca manga.
Dalam berolahraga, prinsipnya mulai dari yang ringan, seperti jarak yang pendek, kemudikan jika sudah terbiasa mulai menambah intensitasnya. Saya jadi ingat ketika berlatih renang untuk olimpiade ketika kuliah pun, pelatih kami memulai dari renang jarak 50 m, kemudian meningkat menjadi 100 m, hingga akhirnya mencoba jarak 200 m. Latihannya pun rutin pagi di kolam renang Saraga dan malam di kolam renang Cipaku yang airnya hangat.
2. Apresiasi Incremental Improvement
Target untuk
lolos kualifikasi pelari agar dapat mengikuti Hakone Ekiden adalah seorang pelari
harus dapat menyelesaikan rute 5 km dengan berlari di bawah 15 menit. Di awal
cerita, lagi-lagi hanya 2 orang yang dapat mencapai waktu tersebut. Bahkan Prince
membutuhkan waktu lebih dari 2 kali lipat batas waktu 15 menit untuk
menyelesaikan 5 km. Namun, dengan berlatih rutin, akhirnya satu per satu dapat
melewati tembok waktu 15 menit tersebut.
Tim mengapresiasi
peningkatan waktu dari setiap pelarinya.
Sang manajer dan kapten mencatat pencaipaian waktu masing-masing anggota dan
membuat grafiknya. Waktu lari yang lebih cepat 1 menit dibandingkan sebelumnya
saja pun mendapatkan apresiasi. Pada salah satu episode diceritakan bahwa
Prince akhirnya dapat berlari 5 km di bawah 30 menit. Tim menghargai prestasi
tersebut dengan sangat tinggi, hingga melempar Prince ke udara. Walaupun orang lain
bilang “apa yang spesial dari lari 30 menit saja”
Dengan mensyukuri peningkatan incremental yang terjadi dapat membuat kita merasa lebih dekat dan fokus pada tujuan. Lebih baik membuat perubahan kecil tapi konsisten dibandingkan peningkatan besar tapi hanya sekali saja. Seperti prisip Kaizen (continuous improvement) dan peribahasa yang sering kita baca di buku tulis SD: sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.
3. Merangkul Tim dengan Pendekatan Personal
Karakter yang
dapat dikatakan sebagai leader dari tim lari dalam cerita ini adalah
Haiji. Awalnya hanya dia yang memiliki impian untuk ikut pada Hakone Ekiden. Kawan-kawannya
yang lain menyangsikan mimpi tersebut, sebagian skeptis dengannya. Haiji sudah
mengenal kepribadian kawan-kawannya dan mulai melakukan pendekatan personal
untuk mendapatkan hati kawan-kawannya dan menggerakkan mereka untuk bersama-sama
mencapai impian besar berpartisipasi dalam lomba maraton tersebut. Ia paham
bahwa setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda -beda dan belum tentu
memiliki persepsi yang sama. Makanya dibutuhkan pendekatan yang bersonal dan
sesuai dengan karakter dan kesukaan masing-masing.
Sebagai
pemimpian, selain mampu merangkul semua anggota timnya, ia juga memiliki multiperan,
seperti menjadi ketua asrama, juru masak, mengurus administrasi tim, hingga memastikan
semua anggota timnya mendapatkan nutrisi yang seimbang. Hal-hal yang dia
lakukan sebagai ketua menggambarkan pemimpin teladan, sejalan dengan prinsip
pemimpin yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, seorang pemimpin harus dapat
ing ngarso sung tulodo (di depan sebagai teladan), ing madyo mangun karso (di tengah
membangun semangat), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan).
Selain tiga pelajaran ini, ada juga hal-hal lainya yang bis akita pelajari seperti bagaimana posisi yang baik untuk berlari, hingga porsi latihan yang tidak membebani tubuh secara berlebihan. Jadi, ketika menonton anime kita juga bisa mencari pelajaran berharga yang bisa kita ambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari.
Komentar
Posting Komentar