Ketika kerja di Kota Balikpapan
tahun 2016, saya membeli motor pertama saya. Motor tersebut merupakan Honda
Beat tahun 2009, yang saya beli dari Dom (Ardian Dominggo) yang dipindah
tugaskan ke kantor Total di Jakarta. Walaupun motor tersebut sudah berumur 7 tahun,
tapi performanya masih sangat baik. Mungkin karena pemiliknya merawat dengan
apik dan rajin melakukan kontrol ke bengkel. Satu-satunya kekurangan dari motor
tersebut adalah indikator penunjuk bensinnya mati. Jadi saya harus
sering-sering mengecek bensin di tangki. Jika lupa mengisi bensin, motor bisa
tiba-tiba mogok di jalan.
Pernah suatu waktu motor tersebut mogok
di waktu dan tempat yang sangat tidak tepat. Waktu itu saya dan Malik (Abdullah
Malik) berencana berangkat ke Bandara Sepinggan untuk ikut mengantarkan Mbak
Icha (Khairunnisa), salah satu relawan Muda Mengajar, yang akan melanjutkan
studi ke Amerika Serikat. Kami berangkat dari kostan di daerah V&W sekitar
jam 4.15 shubuh. Penerbangan Mbak Icha jam 6 pagi, jadi estimasi kami masih
bisa bertemu dia sebelum boarding jam 5 shubuh.
Kami melewati jalan pintas lewat Balikpapan
baru, dengan tujuan memotong jalan ke M.T. Haryono. Sialnya, malam sebelumnya saya
tidak mengecek kadar bensin pada tangki yang sudah hamper habis. Tiba-tiba di tengah
jalan motor pun mogok. Kondisi saat itu masih sekitar pukul 4.30 dan di sekitar
jalanan tidak ada pemukiman penduduk. Ditambah lagi tidak ada lampu yang
menerangi jalan. Akhirnya kami harus mendorong sampai keluar ke jalan besar
(M.T. Haryono) dan mencari SPBU yang masih buka.
Setelah berjalan dengan penuh
keringat sejauh hamper 3 km, akhirnya kami menemukan sebuah SPBU. Dan ternyata
. . . SPBU tersebut masih tutup. Hah! Untungnya tak jauh dari SPBU ada kios yang
menjual bensin literan. Kami bersyukur dan senang sekali waktu itu, ibarat
menemukan oasis di tengah padang pasir. Cerita ini berakhir bahagia dengan saya
dan Malik sempat mengantar keberangkatan Mbak Ica di bandara.
Sejak kejadian mogok di tengah jalan
tersebut, saya melakukan Langkah mencegahan dengan menyiapkan bensin cadangan. Bahan
bakar tersebut saya masukan ke dalam botol kaca (waktu itu saya pakai UC1000) yang
ditaruh di dalam bahasi motor. Tentunya jangan isi botol terlalu penuh agar dapat
memberi ruang pemuaian ketika udara panas. Volume bensin cadangan tersebut
tujuannya hanya cukup untuk sampai ke kios isi bensin atau SPBU terdekat.
Selama beberapa waktu membawa bensin
cadangan, untungnya saya belum bertemu momen yang mengharusnya menggunakan “nyawa
tambahan” bagi motor tersebut. Suatu hari, Ketika saya pulang malam hari dari
kantor di Jalan Minyak, saya lewat Karang Jawa karena dulu takut melewati hutan
kota di Jalan Minyak. Tak jauh dari kantor, saya melihat seseorang sedang
mendorong motornya. Setelah berhenti dan menanyakan keadaannya, ia bilang bahwa
motornya mogok karena bensinnya habis. Langsung saya teringat kisah kasih dengan
motor mogok sebelumnya. Untungnya saya masih memiliki bensin cadangan.
Berpindah tanganlah si bensin dari bagasi motor saya ke tangki pengendara motor
tersebut. Setelah dicoba di-starter, motor malang tersebut pun kembali berenergi.
Sang pengendara pun kembali melanjutkan perjalanan setelah berterima kasih.
Di momen tersebut, saya merasa bahagia
sekali. Bahkan ada rasa fulfilling yang lebih memuaskan dibandingkan ketika
menemukan pertamini setelah keringatan mendorong motor yang mogok. Ternyata hal
kecil bisa bermanfaat buat orang lain juga. Padahal awalnya saya hanya fokus
untuk menolong diri sendiri dengan menyiapkan cadangan BBM. Semenjak itu, saya berpikir
bahwa niat untuk membantu diri sendiri dapat memberikan manfaat juga bagi orang
lain!
Jadi, yuk berbuat kebaikan dari hal keci,
mulai dari diri sendiri.
Komentar
Posting Komentar