Alkisah ketika India masih dijajah oleh Inggris
pada abad ke-18, gubernur dari Inggris pada saat itu merasa kesal dengan banyaknya
ular kobra yang masuk ke istana dan mengganggu aktivitas. Terlebih ia khawatir
bahwa racun dari kobra yang menggigit dapat membahayakan orang-orang di
sekitarnya. Sang gubernur mengadakan sayembara kepada rakyat di India bahwa barang
siapa yang dapat menangkap dan membunuh kobra, maka ia akan diberikan hadiah. Warga
pun jadi termotivasi untuk membunuh kobra dan membawa bangkainya ke istana
untuk ditukarkan dengan uang poundsterling yang dijanjikan.
Pada awalnya sang gubernur senang karena setiap
hari banyak warga yang berdatangan untuk mengklaim upeti. Namun lama-kelamaan
ia semakin merasa heran karena semakin banyak bangkai ular yang disetorkan oleh
warga, semakin banyak pula laporan gangguan ular yang muncul dari orang-orang
di dalam istana.
Setelah melakukan penyelidikan, akhirnya
diketahui bahwa warga beternak ular kobra, kemudian membunuhnya, dan
menyerahkan bangkai kobra ke pemerintah India untuk diuangkan. Pemerintah
Inggris pun menghentikan pemberian hadiah tersebut. Akhirnya warga India
melepaskan ular kobra yang sudah tidak berharga, mengakibatkan ular-ular itu
berkembang biak dan menimbulkan lebih banyak masalah.
Keadaan pemerintah Inggris yang mengeluarkan
solusi yang malah membuat masalah semakin parah, bukannya menyelesaikan masalah,
dikenal dengan istilah cobra effect. Istilah
ini sering digunakan dalam bidang ekonomi dan politik ketika kebijakan yang
dikeluarkan untuk menyelesaikan suatu kendala bukannya menjadi solusi namun
malah memperparah kondisi.
Selain dalam politik dan ekonomi, cobra effect juga sering dijumpai. Misalkan
dalam keadaan sehari-hari, menghadapi balita yang aktif sang orang tua malah
memberikan HPnya dan menyetelkan Youtube kepada sang anak. Aktivitas ini untuk
sementara akan membuat anak berhenti beraktivitas dan anteng dengan gadget. Namun dalam jangka panjang malah
akan menimbulkan masalah baru seperti menurunkan konsentrasi dan menjadikan
anak mudah tersulut emosi apabila kesenangannya direbut. Belum lagi apabila
tontonannya mengandung konten-konten negatif, dapat memengaruhi kondisi
psikologis sang anak di kemudian hari.
Untuk dapat menghindari salah pemberian solusi
dan menimbulkan cobra effect, salah
satu caranya dalah dengan melakukan analisis akar masalah (root cause) terlebih dahulu. Seringkali orang menyelesaikan masalah
hanya pada gejalanya (symptomp) saja,
tidak pada akar permasalahan. Ibarat orang yang pusing kemudian ia meminum obat
sakit kepala. Sakit kepalanya tak kunjung sembuh walau sudah semakin banyak obat
dan suplemen yang ia konsumsi. Ketika berkonsultasi dengan dokter, ternyata akar
masalahnya adalah asam lambung yang berlebihan dan membuat pusing. Dan ketika
sudah mengonsumsi obat yang tepat, asam lambungnya pun kembali normal dan sakit
kepala sudah tidak menghantuinya kembali.
Salah satu cara untuk menemukan akar masalah yang
diajarkan di jurusan saya adalah dengan menggunakan 7 Tools of Quality Control, yang terdiri dari Cause-and-effect diagram (dikenal juga dengan fishbone atau Ishikawa diagram),
Pareto Chart, Scatter Diagram, Control
Chart, 5-Whys, Cheek Sheet, dan Histogram.
Ketujuh metode ini dapat digunakan sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Pemanfaatan
metode-metode tersebut akan dibahas pada tulisan lainnya. Intinya metode ini
dapat dimanfaatkan untuk menemukan root
cause sebelum kita mengusulkan solusi yang tepat terhadap suatu
permasalahan yang ditemui. Dengan demikian, peluang salah memberikan keputusan
dapat lebih diminimasi.
Komentar
Posting Komentar