Makan Kerkhoff yang Terletak di Belakang Museum Tsunami
Sumber: bandaacehtourism.com
Inilah tempat persemayaman terakhir bagi ribuan tentara Belanda yang tewas dalam agresi penaklukkan Aceh. Masyarakat setempat menyebut kompleks pemakaman ini dengan 'Kerkhof Peutjoet'. Nama kompleks pemakaman ini memang cukup unik karena merupakan perpaduan bahasa Aceh dan bahasa Belanda. Kerkhof dalam bahasa Belanda berarti kuburan. Terdiri dari dua suku kata, 'kerk' yang berarti gereja dan 'hoff' yang berarti halaman.
Mungkin karena umumnya kuburan di Belanda terletak di sisi gereja maka kemudian gabungan kedua kata ini kemudian diasosiasikan kepada kuburan. Kata 'Peutjoet' sendiri menurut sejarah berasal dari nama seorang putra mahkota Kesultanan Aceh yang bernama Meurah Pupok. Sang Putra Mahkota yang tak lain anak dari Iskandar Muda, memiliki panggilan kesayangan 'Photeu Tjoet' (Pocut). Photeu artinya ‘raja’, sedangkan Tjoet artinya ‘kecil’.
Meurah Pupok dimakamkan di bukit kecil dalam kompleks ini bersama dua makam lainnya. Ia dimakamkan terpisah dengan keluarga kesultanan lainnya setelah dihukum rajam oleh ayahandanya, Sultan Iskandar Muda. Peristiwa ketika sang Sultan menghukum anaknya karena telah melanggar agama, budaya, dan adat istiadat di Aceh diabadikan dalam titah/pesan Sultan Iskandar Muda yang berbunyi Mate Aneuk Meupat Jeurat, Gadoh Adat Pat Tamita?! yang kurang lebih memiliki arti 'kalau anak mati ada kuburannya, kalau adat mati mau dicari ke mana?'.
Menurut seorang Sejarawan Aceh, ada banyak versi riwayat tentang peristiwa tersebut. Ada riwayat yang menyebutkan hukuman ini dijatuhkan karena perselingkuhan Sang Putra Mahkota dengan gadis Belanda. Riwayat lain menyebutkan Meurah Pupok berselingkuh dengan istri perwira Kesultanan Aceh dan ada pula yang menyebutkan bahwa Ia sebenarnya difitnah. Terlepas dari berbagai versi sejarah yang ada, peristiwa tersebut menjadi asal muasal munculnya kompleks pemakaman ini.
Sumber: Paparan budaya UKA (Unit Kebudayaan Aceh) ITB
Komentar
Posting Komentar