Hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016 lalu Saya dan beberapa rekan di Balikpapan
berencana untuk berwisata air di teluk Balikpapan dan Sungai Wain dengan
menggunakan boat. Anggota tim jalan-jalan yang ikut adalah Saya, Bu Suzette
(Suzette Tewu), Mbak Lisa (Lisa Setiawati), Mbak Erni (Erni Setiawati), Mas
Galieh (Galieh Wicaksono), Mas Taufiq (Al-Taufiq Arifin), Mas Mimin (Muslimin),
Malik (Abdullah L. Malik) dan Dwit (Dwitiya Darmayanti). Reservasi boat menggunakan full access membership milik Bu Suzette (Terima kasih atas
kesediannya, Bu). Rombongan direncanakan berkumpul pukul 8 pagi. Hal yang patut
diapresiasi adalah sebelum jam 8 kurang sudah pada berkumpul di tempat janjian.
Ketika itu Saya terlambat karena urusan lain, dan beberapa kawan sudah duluan.
Akhirnya Saya berangkat menyusul bersama Malik.
Di pagi hari, kondisi cuaca sebenarnya sudah kurang bersahabat. Langit
berwarna abu tua dan angin berhembus kencang. Ketika sampai di tempat naik
kapal di daerah Kampung Baru, hujan bertambah deras. Karena sudah terlanjut mereservasi perahu dan
merencanakan perjalanan, kami memutuskan untuk berangkat. Untungnya cuaca tidak
terlalu buruk sehingga kapal masih mendapat izin untuk berlayar.
Transportasi laut yang kali ini
kami naiki adalah seatruck bernama
Long Damai. Dengan terlebih dahulu mengenakan life jacket, satu persatu naik ke kapal yang dinahkodai Bapak
Franky tersebut. Fasilitas kapal dan
penyebrangan ini dibawah naungan PT Pelayaran Teluk Bajau. Kondisi kapal
bersih, kering dan nyaman digunakan. Luas kabin kurang lebih 4 x 2 m2. Posisi
nahkoda dan co-nahkoda (benar ya istilahnya?) berada di bagian depan kabin.
Terdapat bangku penumpang yang berhadapan di bagian dalam. Ada area terbuka
yang dapat ditutup dengan atap lipat ketika hujan. Kapal bermotor ini juga dilengkapi dengan
fasilitas kamar mandi dengan toilet duduk.
Di awal Kami semua masih semangat dan antusias. Ketika mulai melepas sauh
dan melaju menjauhi dermaga, mulai terlihat jelas perbedaan langit yang
kontras. Di daerah Balikpapan warna langit terlihat gelap dan hujan sudah mulai
turun sedangkan di langit seberangnya di Penajam masih cerah. Ekspektasi kami
ketika sampai di tempat tujuan langit secerah di Penajam dan angin tidak
terlalu kencang.
Cuaca yang Mendung di daerah Balikpapan
Di sela-sela mengemudikan kapal, Pak Franky menceritakan bahwa hari ini
juga ada yang memakai jasa boat tersebut. Mereka bersepeda di daerah penajam.
Berangkatnya dari dermaga Kampung pukul 5 shubuh dengan menggunakan 2 kapal.
Rencananya akan dijemput kembali di penajam pukul 2 siang ini. Oleh karena itu
waktu perjalanan Kami pun terbatas. Sebenarnya hari ini sudah direservasi penuh
oleh Bu Suzette. Namun beliau dengan berbaik hati mengizinkan orang lain
untuk juga menggunakan boat tersebut.
Tampaknya Pak Franky masih
mengingat wajah Saya. Kebetulan di tanggal 16 April 2015 lalu Saya juga
berkesempatan diajak ikut trip oleh Mbak
Yudith (Yudith Thesia Ranie, teman di Balikpapan), mengajak temannya yang dari
Roma jalan-jalan. Kala itu cuaca cerah dan kami sempat ber-snorkeling ria melihat terumbu karang teluk Balikpapan. Saya sempat
kagum karena di perairan yang banyak dilalui kapal-kapal besar dan daerah
eksplorasi ini masih terdapat kekayaan biota laut seperti itu.
Sepuluh menit waktu perjalanan berlalu, air hujan berpresipitasi dengan
semakin kencang. Mbak Erni, Mas Mimin dan Mas Taufiq yang semula santai
merasakan deru angin laut perlahan mencari tempat berteduh di dalam kabin. Walaupun
begitu momen berfoto tentu tidak ingin dilewatkan dong.
Hujan di Luar, Foto di Dalam
Foto dari Kamera Mas Galieh
Oh ya, di jalur laut yang Long
Damai lewati ketika itu sempat ada pelangi yang terpantul di permukaan laut. Genangan minyak terlihat seperti cairan berwarna-warni (mirip pelangi) yang beriak-riak di permukaan laut. Tidak hanya rig yang kami lihat sepanjang perjalanan,
kapal-kapal Tanker & Tongkang pengangkut batu bara pun menjadi teman
perjalanan kami.
Dari kejauhan, perlahan sebuah
titik kecil di tengah laut terlihat semakin jelas. Memberikan gambaran sebuah
rumah kayu yang terapung di atas laut. Kami pun terkesima dengan kehadiran
sebuah rumah di tempat yang “antah-berantah” di tengah laut. Ternyata rumah
tersebut berdiri kokoh dengan pondasi yang menancap ke dasar laut. Rumah
tersebut dibuat dari kayu ulin, makanya tahan berdiri di air laut. Rumah
bertingkat dua tersebut difungsikan sebagai tempat bernanung dan berteduh bagi
kapal-kapal yang sedang berlayar ketika petir atau badai melanda. Tidak ada
fasilitas penunjang dalam rumah kayu tersebut. Hanya bangunan berukuran sekitar 6 x 6 meter persegi. Tentunya tidak ada listrik
dan penerangan yang dapat menjangkau rumah tersebut. Kami belum tahu siapa yang
membangunnya dan menurut kabar katanya tidak ada yang secara resmi memiliki
klaim atas rumah terpencil tersebut.
Rumah Dilihat dari Kejauhan
Kayu di rumah tersebut sudah agak Bapuk (lapuk, bahasa Balikpapan).
Terdapat tangga untuk turun dan naik ke kapal yang terletak pada sisi utara dan
barat rumah tersebut. Ketika menginjakkan kaki di lantainya terdengar
suara yang berkerit-kerit. Supaya
aman, sebaiknya berpijak pada tulang rangka atau persilangan antar kayu. Lantai
dua lebih tinggi daripada lantai satu sehingga sebelum naik ke atas tamu harus
agak membungkukkan badan. Untungnya rumah tersebut tidak bau apek ataupun
pesing. Suara gerimis air hujan terdengar lebih menggema dari dalam rumah.
Jika biasanya rumah kosong seperti itu penuh kotoran kelelawar atau bekas
buah-buahan, hal tersebut tidak dijumpai di tempat tersebut. Bahkan, sarang laba-laba yang biasa menjadi
aksesoris sudut rumah absen pun dari bangunan tersebut. Mungkin karena
sekelilingnya laut ya, hewan darat tidak dapat bermingrasi ke sini, hehe. Jejak
hewan yang dapat ditemukan pada rumah tersebut adalah terumbu karang dan kerang
yang menempel di pondasi rumah yang terendam air. Debu di beberapa sudut
menandakan rumah ini lama tidak
dikunjungi. Karena kekosongan tersebut, kami memberikan sebutan “Rumah Hantu”
untuk rumah singgah di laut tersebut.
Pada lantai dua terdapat pintu yang mengarah kepada Balkon berukuran 1.5 x
5 m. Jika tidak hujan tempat tersebut berupakan lokasi yang asyik untuk menatap
lautan luas tak berbatas. Masih ada sebagian atap rumah yang menutupi balkon
dan melindungi dari rintik hujan. Di balkon tersebut masih ada bekas arang
terbakar, segelas minyak tanah dan sisa tulang ikan laut. Dari sisa daging yang
menempel di tulang ikan yang belum membusuk, tampaknya baru kemarin ada orang yang
singgah di sini.
Mbak Lisa (kiri) dan Mbak Erni (Kanan) Berfoto dengan Latar Belakang Laut
Pak Franky menceritakan bahwa sering juga mengantar beberapa penumpang yang
akan bermalam di rumah ini. Biasanya dari Balikpapan mereka berangkat jam 5
sore dengan membawa peralatan dan bahan makanan, lalu dijemput kembali pukul 9
pagi. Aktivitas yang biasa dilakukan selain snorkeling adalah memancing
dan bakar ikan hasil tangkapan. Sepertinya lain waktu patut dicoba menginap di
sana. Di tengah laut seperti ini tampaknya polusi cahaya minim sehingga di
malam hari dapat menikmati star gazing
dan manelusuri rasi bintang. Ketika menginap di sana, tenggelam dan terbitnya
matahari pagi dapat disaksikan dengan jelas, tanpa terhalang apapun.
Melihat laut, insting pelaut Mas
Taufiq bangkit. Ia bahkan sudah melompat
ketika yang lain asyik foto-foto. Terdorong ingin turut basah-basahan di laut,
kami berganti baju dan bersiap untuk berenang. Perlahan satu per satu turun ke
air. Suhu air agak digin mungkin karena hujan turun.
Sayangnya kala itu permukaan air
sedang pasang. Ditambah lagi intensitas cahaya matahati tidak tinggi akibat
tertutup awan mendung. Terumbu karang tidak terlihat dengan jelas. Ketika
pasang kedalaman air mencapai 7 m. Tinggi air yang optimal untuk melihat karang
adalah 4 – 5 m. Gusung (daratan yang muncul ketika air laut surut) juga tidak
dapat dikunjungi karena terendam air laut. Jika air sedang surut, gusung sangat
direkomendasikan untuk dikunjungi karena area pasir putih yang luas dan terumbu
karang yang dapat disaksikan tidak jauh dari bibir gusung.
Pelajaran 1: Jika ingin mendapatkan pengalaman snorkeling dan optimal sebaiknya tanyakan pasang surut air dahulu
kepada Pak Franky 2 atau 3 hari sebelum berangkat. Beliau biasanya cukup
melihat dari dermaga. Apabila pasir laut terlihat, maka air laut cukup surut
dan gusung dapat dikunjungi.
Sembari kami bersiap-siap
berenang, Pak Franky dan nahkoda lainnya menambatkan kapal di salah satu tiang
rumah. Karena derasnya arus jika jangkar tidak diturunkan kapal akan hanyut
jauh. Jika tidak lancar berenang masih ada life
fest yang dapat digunakan sebagai pelampung. Sayangnya Bu Suzette sedang
sakit kepala sehingga tidak berlama-lama berenang.
Walaupun tidak dapat menikmati
terumbu karang, biota laut lainnya masih dapat disaksikan di kolong rumah.
Banyak sekali rombongan ikan-ikan kecil dengan beragam warna yang
berenang-renang aggun. Tampaknya mereka tidak terusik akan kehadiran manusia di
sekitarnya. Pun begitu tetap saja tidak dapat menangkan ikan dengan tangan
kosong. Mas Taufiq juga beberapa kali sempat menjumpai ikan besar yang berenang
di kedalaman yang lebih dalam.
Kamera Go Pro yang dibawa Mas
Galieh berperan besar dalam dokumentasi perjalanan hari ini. Beberapa aksesoris
juga ia bawa untuk mendukung seperti casing anti air dan pegangan kamera yang
dapat mengapung. Pelampung kamera tersebut berwarna kuning melengkung seperti
bentuk pisang. Sembari mengapung kami asyik berfoto ria dengan Action Cam
tersebut.
Action Cam yang Waterproof Cocok untuk Foto Basah-Basahan
Foto dari Kamera Mas Galieh
Mbak Erni mencoba berenang tanpa
menggunakan pelampung. Ketika Saya mencobanya juga, ternyata tidak terlalu
sulit untuk mengapung di air laut, berbeda dengan di kolam air tawar. Ide untuk
mencoba permainan muncul. Dari lantai dua rumah kayu Bu Suzette dan Mbak Lisa
akan melemparkan koin ke laut dan kami yang berenang bertugas untuk
mengambilnya. Mirip seperti sedekah lempar koin kepada para pemburu koin cilik
yang sering berenang di pelabuhan Ketapang, Jatim.
Waktu hampir menunjukkan pukul
10.30 siang. Kami memutuskan untuk naik dan bersiap-siap untuk ke destinasi
selanjutnya. Sempat bercanda akan meninggalkan Mbak Lisa sendirian di sana.
Beliau pakai sepatu yang lebih cocok dipakai ke kantor daripada jalan-jalan
sih, hehe. Kapal merapakan ke sisi rumah yang ada tangan turunnya. Sejurus
kemudian rombongan sudah lengkap berapa di dalam kapal.
Perjalanan pulang menembus hujan
yang turun dengan masih cukup deras (tetapi masih dalam batas aman untuk
berlayar). Agar tidak kediginan satu per satu berganti pakaian kering. Sehabis
berenang rasa lapar dan haus menghampiri. Cemilan-cemilan yang sebelumnya telah dibeli
Bu Suzette di Central menjadi sasaran empuk. Sejenak kabin lengang dari obrolan
karena mulut yang sibuk mengunyah.
Mendekati daerah Balikpapan perlahan
hujan mereda dan jarak pandang sudah mulai jauh. Sang nahkoda menerangkan
beberapa tempat menarik. Di antaranya adalah Tanjung Batu yang merupakan
dermaga laut dan daerah operasi beberapa perusahaan minyak serta Pantai Tanjung
Jumlai, pantai pasir putih dengan garis pantai sepanjang 15 km di Panajam.
Kami juga ditunjukkan lokasi
terjadinya kecelakaan maut antara seatruck milik Petrosea dan kapal speed boat
penumpang yang terjadi hari Sabtu 13 Mei 2016.
Kecelakaan maut tersebut terjadi di daerah perairan PPU (Panajam Paser
Utara). Speed boat berangkat dari pelabuhan Penajam Paser Utara menuju pelabuhan
Kampung Baru Balikpapan pada pukul 8 WITA. Cuaca memang tengah mendung saat itu
dan jarak pandang terbatas. Tubrukan dengan sea
truck yang memiliki ukuran lebih besar dan dinding besi terjadi secara
tiba-tiba. Turut berduka cita bagi keluarga yang ditinggalkan, semoga tidak ada
kecelakaan maut lagi yang memakan korban jiwa.
Destinasi selanjutnya dinamakan
Rico River. Itu istilah yang kami dapatkan dari Mbak Yudith. Katanya sungai
tersebut adalah sungai hitam (entah air sungai berwarna hitam atau warna refleksi
seperti sungai di Taman Nasional Tanjung Putting). Banyak hewan endemik yang
masih hidup di habitat aslinya di sana. Kicauan burung dan beberapa suara hewan
lainnya dapat terdengar katanya. Sungai tersebut dapat dicapai 2 jam perjalanan
dari Pelabuhan Kariangau, sudah mendekati area delta Mahakam.
Apapun Makannya, Minumnya .. (yang pasti bukan air laut!)
Transisi dari laut ke sungai
cukup terasa. Gelombang yang sudah tidak terlalu bergejolak, warna air yang
cenderung kecoklatan dan aroma laut yang sudah semakin samar menandakan kapal
sudah masuk ke area Sungai Wain. Sepanjang perjalanan ke Pelabuhan Kariangau
kapal ferry penyebrangan Balikpapan-Penajam dan kapal tongkang banyak dijumpai.
Dari arah laut, terdapat pemandangan dua sisi yang kontras, di sisi barat hutan
lebat yang ditumbuhi oleh Manggrove dan di sisi timur area gudang dan industri.
Sebenarnya beragam hewan dapat dijumpai di pinggiran sungai ini. Tetapi waktu yang paling baik adalah antara pukul 6 -7 pagi. Di waktu itu banyak hewan keluar untuk mencari makan. Beberapa fauna yang dapat ditemui adalah Bekantan (Proboscis Monkey, Nasalis lavartus) yang mengkonsumsi daun tanaman bakau, Buaya muara (Crocodylus porosus) yang merupakan jenis buaya terbesar serta beragam jenis burung. Burung endemik misalkan adalah Burung Enggang/Rangkong (Hornbill, Buceros virgil). Jenis ikan air tawar di sini juga katanya cukup banyak. Kami berpapasan dengan dua orang yang sedang memancing di atas sampan kayuh.
Tanaman Bakau dapat Berfungsi Sebagai Penahan Laju Erosi dan Abrasi
Sebenarnya beragam hewan dapat dijumpai di pinggiran sungai ini. Tetapi waktu yang paling baik adalah antara pukul 6 -7 pagi. Di waktu itu banyak hewan keluar untuk mencari makan. Beberapa fauna yang dapat ditemui adalah Bekantan (Proboscis Monkey, Nasalis lavartus) yang mengkonsumsi daun tanaman bakau, Buaya muara (Crocodylus porosus) yang merupakan jenis buaya terbesar serta beragam jenis burung. Burung endemik misalkan adalah Burung Enggang/Rangkong (Hornbill, Buceros virgil). Jenis ikan air tawar di sini juga katanya cukup banyak. Kami berpapasan dengan dua orang yang sedang memancing di atas sampan kayuh.
Setelah melewati
pelabuhan Kariangau, komposisi vegetasi sungai sudah mulai berubah. Pepohonan
tumbuh lebat dikedua sisinya. Sudah banyak tanaman lain selain bakau yang
tumbuh. Ada juga pepohonan palem seperti nipah yang banyak tumbuh di delta
Mahakam. Mas Mimin, Malik, Dwitiya dan Mbak Erni duduk santai menikmati terpaan
angin di depan anjungan kapal. Di dalam kabin kami masih asyik bercengkrama sambil
menikmati cemilan. Untungnya pusing yang dirasakan oleh Bu Suzette sudah
bekurang.
Foto Selfie dari Anjungannya Cukup Bagus.
Padahal Tangannya Gemetaran Takut HP Tercebur ke Sungai, haha
Waktu menunjukkan
hampir pukul 12. Rasanya tidak sempat untuk melanjutkan perjalanan hingga ke
Rico River karena kapal harus menjemput rombongan sepeda di Penajam pukul 2
siang. Akhirnya kami memutuskan untuk memutar halauan. Kurang dari 15 kemudian
kami sudah naik kembali di dermaga Kampung Baru. Setidaknya kami sudah menyimpan nomor Pak
Franky untuk nanya-nanya apabila akan menggunakan jasa Long Damainya kembali.
Pelajaran 2: Ternyata banyak aktivitas lain yang dapat dilakukan
selain snorkeling dan berkunjung ke gusung jika menggunakan boat. Jika ada kesempatan lain mungkin
kami akan mencoba memancing, berburu foto satwa di sungai atau menginap di “Rumah
Hantu”.
Komentar
Posting Komentar